Sabtu 10 Sep 2016 20:15 WIB

'Peracikan Obat Palsu Sama dengan Vaksin'

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Petugas gabungan dari BPOM DKI, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dinas Kesehatan DKI menyegel salah satu ruko yang menjual obat ilegal di salah satu kios Pasar Pramuka, Jakarta, Rabu (7/9).  (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas gabungan dari BPOM DKI, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dinas Kesehatan DKI menyegel salah satu ruko yang menjual obat ilegal di salah satu kios Pasar Pramuka, Jakarta, Rabu (7/9). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, mengatakan peredaran obat palsu diduga karena motif mencari keuntungan. Hasil bisnis obat palsu dapat mencapai angka ratusan juta hingga triliun rupiah dalam satu tahun.

"Berdasarkan referensi yang pernah saya baca, hasil bisnis obat palsu mencapai 200 juta dollar dalam satu tahun. Angka ini setara dengan Rp 2 triliun. Memang bisnis ini menguntungkan dari sisi materi," ujar Dede di Jakarta, Sabtu (10/9).

Dede pun menyebut jika modus peracikan obat palsu mirip dengan pembuatan vaksin palsu. Kedua produk kesehatan ini sama-sama dibuat menggunakan suatu bahan kimia yang tidak sesuai takaran.

Dia mencontohkan dengan salah satu obat sakit kepala. Bahan dasar obat tersebut adalah parasetamol. Parasetamol merupakan bahan yang didapat secara impor. Ketika diracik menjadi obat palsu, takaran salah satu bahan dikurangi.

"Sistem seperti ini yang menyebabkan keuntungan produsen semakin tinggi. Faktor pendorong lain adalah bahan dasar obat yang mayoritas impor. Industri obat di Indonesia kini 90 persennya masih ditopang bahan-bahan impor" tambah Dede.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement