Jumat 09 Sep 2016 16:09 WIB

Pengelolaan Lahan Gambut RAPP Disinkronisasi

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Operator mengoperasukan beberapa alat berat untuk pembuatan embung penampung air di lahan gambut bekas kebakaran di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar, Riau. (ilustrasi)
Foto: Antara/FB Anggoro
Operator mengoperasukan beberapa alat berat untuk pembuatan embung penampung air di lahan gambut bekas kebakaran di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar, Riau. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Resolusi Gambut (BRG), dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) sepakat melakukan upaya pengelolaan dan perlindungan lahan gambut. Terutama, lahan gambut yang dikelola perusahaan swasta nasional itu di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Sekjen KLHK Bambang Hendropriyono mengatakan, ketiga pihak membicarakan bagaimana pengelolaan konsesi berbasis rakyat dijalankan ke depannya. Ia mengatakan, pihak perusahaan siap menjalankan kebijakan BRG yang difasilitasi KLHK untuk konsesi harus berbasis masyarakat. "Itulah pendekatan perhutanan sosial di keseluruhan Kepulauan Meranti," katanya di Gedung Manggala Wanabakti, Jumat (9/9).

Dengan begitu, ia berharap RAPP bersama masyarakat di tiga desa dan juga 11 desa lain dapat mengelola lahan secara sosial. Sekaligus menghilangkan kekhawatiran akan terjadinya kebakaran lahan di hutan tersebut. 

Sebelumnya, RAPP pernah terkena sanksi administrasi dengan memberikan teguran. Bahkan RAPP pernah diberhentikan sementara selama satu tahun ketika harus menata kelola kembali masyarakat di kawasan itu.

Namun sekarang, Rencana Kerja Umum (RKU) dari perusahaan, yang menjadi dasar rencana kerja tahunan (RKT) dalam melakukan aktivitasnya harus didekati dengan pola-pola BRG. Ia mengatakan BRG kini sudah selesai dalam memetakan kesatuan hidrologis gambut.

Kasus ini mencuat setelah adanya laporan masyarakat terkait kinerja RAPP dan membuat BRG melakukan sidak ke lapangan. Kepala BRG Nazir Foead mengatakan, pada areal yang mereka tinjau beberapa waktu lalu, perusahaan bersedia untuk berdiskusi dengan masyarakat. "Aspirasi masyarakat itu ingin areal yang tadinya kebun tetap bisa dikelola oleh mereka sebagai kebun," ujarnya.

Dalam tinjauannya tersebut ia mengaku tidak melihat gambut terbakar di perusahaan maupun di luar konsesi. "Di dalam konsesi juga tidak terlalu banyak," lanjut dia.

Selain itu, di areal lahan gambut milik RAPP juga ditemukan adanya kanal yang cukup dalam.  Hal ini sempat menjadi masalah yang membuat RAPP terancam sanksi, namun menurut kesaksian yang diberikan kepada pihak KLHK dan BRG, pembuatan kanal merupakan proyek dari RKT tahun lalu.

Nazir mengatakan, saat ini semua pembukaan lahan gambut oleh perusahaan sudah dihentikan. Hal tesebut dilakukan sesuai dengan perintah presiden untuk moratorium hingga BRG dan KLHK selesai memetakan lahan gambut di Indonesia, khususnya di tujuh provinsi dan menetapkan mana fungsi lindung dan mana fungsi budidaya. "Sebelum itu selesai, tidak ada yang dibuka. Kalau ada yang melanggar ya akan ada denda," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement