REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Selama ini masyarakat Sleman terbiasa membuang rumen atau jeroan hewan kurban ke Selokan Mataram. Kondisi ini tentu saja dapat mencemari air di sepanjang selokan. Karena itu, Pemkab Sleman melarang masyarakat untuk membuang jeroan hewan kurban ke saluran irigasi terpanjang di DI Yogyakarta itu.
“Sebaiknya rumen tidak di buang ke selokan. Karena walau kelihatannya tidak terjadi apa-apa, sebenarnya di bawah air terjadi pencemaran,” kata Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan (DPPK) Sleman, Widi Sutikno, Jumat (9/9).
Menurut Widi, cara terbaik menghilangkan rumen adalah dengan menimbunnya di dalam tanah. Panitia kurban dan takmir masjid pun diminta membuat lokasi pembuangan khusus, misalnya membuat galian di dekat lokasi kurban.
Di sisi lain Kepala Seksi Kesehatan Hewan Bidang Peternakan DPPK Sleman, Nanang Danardono menuturkan, rumen hewan kurban pada Idul Adha berpotensi besar untuk dijadikan pupuk organik dalam jumlah banyak. Pasalnya kotoran dari empat ekor sapi dapat mepupuki berhektar-hektar lahan perkebunan.
Maka itu, lebih baik masyarakat menyiapkan area tertentu berupa bak untuk menampung rumen. Setelah terkumpul, kotoran hewan tersebut dicampur dengan bioaktivator. “Kalau sudah dicampur begitu, kita tinggal menunggu hingga dua bulan untuk proses pengomposan,” kata Nanang.
Ia mengemukakan, kegiatan pengomposan lebih bermanfaat dibanding dengan membuang rumen langsung ke Selokan Mataram. Selain menghilangkan dampak pencemaran, pupuk organik yang dihasilkan memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat.
Nanang menyampaikan, kebiasaan sehat tersebut harus digalakan dan dibiasakan mulai tahun ini. Meski ia mengakui adanya kesulitan untuk merubah perilaku masyarakat, langkah tersebut tetap harus dilakukan.