Rabu 07 Sep 2016 05:30 WIB

Mustajabahnya Tanah Suci

Red: M Akbar
Soenarwoto
Foto: istimewa
Soenarwoto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H Soenarwoto Prono Leksono (Penulis Tinggal di Madiun, Jawa Timur)

Alhamdulillah. Saya pergi haji pada 2015, dengan ONH Plus (kini haji khusus). Bukan bayar sendiri ongkosnya, melainkan atas biaya kantor. Saat itu saya masih sebagai wartawan Republika. Tentunya, kantor Republika yang membiayai haji saya dengan ONH Plus tersebut.

Ketika di Tanah Suci (Makkah), pada tengah malam di musim haji itu, saya pergi ke Masjid al-Haram untuk melaksanakan Shalat Tahajud. Sebelum melaksanakan Shalat Tahajud, saya terlebih dahulu mengerjakan tawaf sunah. Setelah mengerjakan tawaf sunah, mendadak hati saya kepincut ingin mencium Hajar Aswad.

Siapa mencium Hajar Aswad, ada keyakinan yang berkembang di antara jamaah, di akhirat kelak bakal masuk surga. Atau di hari kiamat nanti, Allah akan mengutus batu ini untuk memberi kesaksian bagi siapa saja yang menyalami dengan kebenaran. Karenanya, banyak jamaah berebut mencium Hajar Aswad dengan berbagai upaya, termasuk mempergunakan jasa joki.

Tengah malam itu saya ikut berdesak-desakan untuk bisa mencium Hajar Aswad. Tapi, untuk mencium Hajar Aswad pada musim haji bukanlah perkara gampang. Berkali-kali sudah saya merangsek hingga badan bercucuran keringat tidak bisa menciumnya. Setiap tangan hendak menggapai batu hitam dari surga itu, badan saya keburu terpental keluar dari pusaran jamaah yang berebut mencium Hajar Aswad.

Saya kemudian mengurungkan niat. Apalagi, mereka yang berebut mencium Hajar Aswad saya lihat sudah "kesetanan". Yakni untuk bisa mencium Hajar Aswad, mereka saling dorong, saling injak, dan bahkan saling sikut. Sampai ada yang meringis kesakitan.

Menyakiti orang lain ini yang saya tidak suka. Mencium Hajar Aswad juga hanyalah sunah, sedangkan baik dengan sesama jamaah itu wajib. "Nek ngene carane,  ora ngambung Hajar Aswad ora patheken," gumam saya menirukan Gus Dur di tengah pusaran jamaah berebut mencium Hajar Aswad.

Sehabis bergumam, tiba-tiba badan saya sudah berada di bawah pintu Ka'bah. Di areal Multazam ini tidak perlu berebut dan berdesak-desakan. Entah. Badan saya tahu-tahu sudah menempel di dinding pintu Ka'bah. Miracle.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement