Selasa 06 Sep 2016 14:27 WIB

Bandara di Indonesia Rawan Bencana

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Winda Destiana Putri
Ilustrasi penerbangan
Ilustrasi penerbangan

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Indonesia terletak di cincin api Asia Pasifik yang mempertemukan beberapa lempeng benua. Pulau-pulau yang berada di lingkaran cincin tersebut rentan berbagai risiko bencana alam, khususnya gempa bumi.

Manager Program United Nations Development Programme (UNDP) untuk Indonesia, Christian Usfinit mengatakan Bali dan Lombok termasuk kategori daerah berisiko tinggi menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia 2013 oleh Badan Nasional Penanggulang Bencana (BNPB). Bandara sebagai salah satu penghubung transportasi pada kedua pulau ini menjadi rentan terdampak bencana alam, seperti Bandara Internasional Ngurah Rai yang harus ditutup akibat letusan anak Gunung Rinjani.

"Kami sudah memfasilitasi sembilan dari 237 bandara di Indonesia untuk peningkatan kapasitas kesiapsiagaan penanganan bencana," kata Usfinit dalam Get Airports Ready for Disaster (GARD) di Badung, yang digelar 5-9 September 2016.

Sembilan bandara tersebut adalah Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (Bali), Selaparang (Lombok), Sultan Hasanuddin (Makassar), Mutiara (Palu), El Tari (Kupang), Polonia (Medan), Sultan Iskandarsyah (Banda Aceh), Fatmawati (Bengkulu), dan Minangkabau (Padang). Idealnya, kata Usfinit, setiap bandara memiliki kesiapsiagaan terhadap bencana, namun keterbasan sumber daya masih menjadi problem utama.

Indeks rasio Indonesia berada dalam peringkat ke-52 di dunia terkait ukuran kerentanan, ancaman, dan kapasitas bandaranya, berdasarkan data UNDP 2012. Usfinit menilai Indonesia masih membutuhkan pengarusutamaan kebencanaan. Bandara yang berada di kawasan yang tingkat kerawanan bencananya cukup tinggi wajib memiliki standar prosedur untuk siaga bencana, seperti bandara di Acej, Bengkulu, Sulawesi, dan Nusa Tenggaa Timur.

Director of Humanitarian Affairs Deutsche Post DHL Group, Chris Weeks menambahkan bandara juga menjadi faktor penting untuk menangani keluar masuknya barang atau logistik. Bandara yang siaga akan selalu siap menyalurkan bantuan dan menjangkau masyarakat dengan cepat dan efisien.

"Banyak bandara tidak siap menangani bencana besar, seperti krisis kemanusiaan. Akibatnya, bantuan terlambat sampai ke mereka yang membutuhkan pertolongan," kata Weeks.

Deutsche Post DHL Group bekerja sama dengan UNDP sejak 2009 sudah mempersiapkan bandara di daerah rawan bencana. Bandara dituntut siap menangani lonjakan barang bantuan yang masuk setelah terjadinya bencana alam.

Lokakarya GARD sampai saat ini sudah dilangsungkan di 34 bandara di dunia, seperti di Armenia, Bangladesh, Dominika, El Savador, India, Indonesia, Yordania, Lebanon, Nepal, Filipina, Sri Lanka, dan Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement