Jumat 02 Sep 2016 16:45 WIB

'Taksi Daring Bisa Membuat Program Pemerintah Soal Transportasi Umum Gagal'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
Taksi Online
Foto: The Business
Taksi Online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir-akhir ini, pemerintah berupaya ingin memenuhi keinginan layanan taksi aplikasi atau taksi online. Meski sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan No 32 Tahun 2016 untuk mewadahinya, namun masih ada penolakan, misalnya terkait uji pemeriksaan kendaraan (KIR) hingga tidak bersedianya sopir ber-SIM A umum.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan pemerintah khususnya Kemenhub harus kembali konsentrasi pada  Rencana Strategis (Renstra) yang telah dibuatnya. Waktu tiga tahun ke depan, cukup singkat untuk merealisasikannya.

Menurut dia, urusan taksi daring bisa membuat program transportasi umum gagal dan tidak sesuai harapan. "Taksi online ini akan membuyarkan harapan atau keinginan Presiden Joko Widodo yang sudah memasukkan program transportasi umum dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Nasional 2015-2019," ujarnya, Jumat (2/9).

Djoko menyebut, hakekatnya, taksi aplikasi bertentangan dengan program transportasi umum. Bahkan di beberapa negara keberadaan taksi aplikasi sudah ditolak.

Pada prinsipnya hal tersebut bukan persoalan mudah dan murah, namun apakah ada jaminan keselamatan dan keamanan bagi penumpang oleh pengelolanya. Jika tidak, maka dia menyarankan pemerintah tak usah terlalu berlebihan mengakomodir keinginan taksi aplikasi yang bisa merusak tatanan transportasi di daerah yang sedang dibangun sekarang.

"Apa tidak kasihan dengan pemda yang sudah bersusah payah merintis pembenahan transportasi umum, tiba-tiba diserbu tawaran operasi taksi online yang akan beroperasi di daerahnya, yang jelas-jelas akan mematikan industri transportasi umum yang sudah dirintis sebelumnya," ujar Djoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement