REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyatakan, penanganan kemiskinan akan sulit terwujud bila data kemiskinan masih semrawut. Kondisi tersebut, akunya, terpampang saat dirinya melakukan kunjungan kerja di 40 wilayah di pada Agustus lalu.
“Saya banyak menerima curhat baik dari warga maupun ketua RT, RW, dan lurah. Rata-rata mengeluhkan penerimaan bantuan yang tidak tepat sasaran,” katanya
Ledia mencatat, berbagai keluhan soal warga miskin yang seharusnya mendapatkan berbagai program bantuan.Seperti PKH (Program Keluarga Harapan), KUBe (Kelompok Usaha Bersama), BSM (Bantuan Siswa Miskin) bahkan PBI JK (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan) tetapi tidak dapat. Sementara banyak warga tidak miskin, warga yang sudah pindah, bahkan warga yang sudah meninggal dunia justru terdata sebagai penerima program bantuan.
“Warga yang sudah meninggal dunia dapat kartu KIS (Kartu Indonesia Sehat), ada pula anak SMA yang dapat kartu KIP (Kartu Indonesia Pintar) SD dan warga yang sudah menikah dapat kartu KIP, yang akibatnya terjadi keresahan dan komplain warga baik ke ketua RT, RW atau lurah.”
Politikus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini sangat prihatin mengingat kesemrawutan ini salah satunya bermula dari proses validasi dan verifikasi data yang tidak diatur dengan baik. Dia juga membeberkan bahwa data kemiskinan saat ini berbasis pada data tahun 2011, yang artinya sangat besar sudah terjadi perubahan di tengah masyarakat. Sementara Undang-undang Penanganan Fakir Miskin No 13 tahun 2011 yang mengamanahkan validasi data setiap 2 tahun belum terlaksana dengan baik.
“Kita ingat bagaimana upaya validasi data tahun 2015 sempat digesa di Oktober untuk terselesaikan pada Desember, padahal mencakup puluhan juta sasaran validasi dan verifikasi secara nasional, akhirnya tidak tercapai sehingga ujung-ujungnya data kemiskinan masih mengacu pada data 2011.”
Karena itu Ledia mengingatkan pemerintah agar rencana validasi dan verifikasi pada 2017 mendatang tidak mengulang kesemrawutan serupa. Termasuk laporan yang menyatakan bahwa dari 1,7 juta data yang sudah terhapus dari masterfile PBI JK ternyata baru terganti sekitar 850 ribuan nama.
“Pada 2017 akan ada lagi verifikasi dan validasi data penerima bantuan iuran jaminan kesehatan dengan target 94,4 juta jiwa serta verifikasi dan validasi data 50 juta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Untuk itu saya meminta pemerintah bersiap sejak sekarang dan sekaligus mensosialisasikan mekanisme penggantian atau perubahan data secara meluas. Begitu pula para kepala desa, ketua RT, RW, Lurah harus menjadi mitra untuk perubahan data penduduk miskin ini sehingga ke depan tidak ada lagi penerima bantuan yang tidak tepat sasaran,” papar Ledia dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, malam ini.