Sabtu 27 Aug 2016 12:00 WIB

Satelit NASA Deteksi 65 Titik Panas di Sumatra

 Landasan pacu tidak beroperasi karena diselimuti kabut asap di Bandara Sultan Syarif Kasim II, di Pekanbaru, Riau, Senin (14/9).  (Antar/Rony Muharman)
Landasan pacu tidak beroperasi karena diselimuti kabut asap di Bandara Sultan Syarif Kasim II, di Pekanbaru, Riau, Senin (14/9). (Antar/Rony Muharman)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Satelit milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mendeteksi 65 titik panas di Sumatra dengan tingkat kepercayaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lebih dari 50 persen.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru, Slamet Riyad mengatakan jumlah titik panas tersebut mengalami kenaikan dibanding pantauan terakhir 51 titik panas. "Hampir 94 persen atau 61 titik panas dari total 65 jumlah titik, terkosentrasi di Provinsi Riau. Sisanya di Provinsi Lampung terdeteksi tiga titik dan Provinsi Sumatera Barat satu titik," ujarnya, Sabtu (27/8).

Dia memaparkan hal tersebut, setelah melihat sebaran titik panas di Sumatera berdasarkan rilis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dari pantauan sensor modis pada citra satelit milik NASA, yakni Aqua dan Terra.

Slamet berujar, 61 titik panas di Riau tersebar pada lima kabupaten yakni Rokan Hilir 36 titik, Siak 13 titik, Bengkalis sembilan titik, Rokan Hulu dua titik, dan Kampar satu titik. Terdapat empat daerah yang terdeteksi oleh satelit dengan jumlah total 49 titik diantaranya, merupakan titik api karena miliki tingkat kepercayaan lebih dari 70 persen atau berpotensi karlahut.

"Ke-49 titik api itu berada di Rokan Hilir 31 titik, Siak terpantau 10 titik api, Bengkalis tujuh titik, dan Kampar satu titik," ucapnya.

Kabut asap tebal sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan dilaporkan mulai menyelimuti wilayah di Kecamatan Mandau dan Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.

Hendre, warga Kecamatan Mandau mengatakan, dalam beberapa hari ini terakhir terutama di pagi hari, kabut asap mulai terlihat. Setelah waktu tengah hari, kabut asap mulai menipis dan hilang.

"Tetapi sejak Jumat (26/8) hingga Sabtu (27/8) pagi ini, kondisinya semakin memburuk. Bahkan jarak pandang mulai terganggu yakni hanya sekitar 150 meter," katanya.

Dilaporkan juga, debu dari hasil pembakaran lahan dan hutan di wilayah tersebut turut berterbangan, sehingga mengganggu kualitas udara di daerah itu. Meski kabut asap tebal menyelimuti wilayah tersebut, tetapi warga setempat masih tetap melakukan aktivitas di luar rumah dengan mayoritas tanpa mengenakan masker.

Kepala daerah setempat telah mengintruksikan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Kesehatan Bengkalis, untuk terus memantau situasi dan kondisi di lapangan.

"Setiap hari harus dipantau, lakukan koordinasi dengan PT Chevron Pasifik Indonesia. Terutama untuk mengetahui kadar polusi udara di Mandau dan Pinggir. Jika benar-benar berbahaya, kita bisa liburkan anak-anak sekolah," kata Bupati Bengkalis, Amril Mukminin, dikutip Antara News.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement