Jumat 26 Aug 2016 08:34 WIB

Kabareskrim: SP3 untuk 15 Perusahaan Terkait Karhutla Sesuai Prosedur

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau tahun 2015 telah sesuai prosedur.

Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan hal tersebut dibuktikan setelah satgas Bareskrim dikirimkan pada akhir Juli lalu, untuk meninjau pengeluaran SP3 yang dilakukan Polda Riau

"Itu kan hasil SP3nya sudah benar," ucapnya.

Ari menjelaskan, Polda Riau tidak begitu saja mengeluarkan SP3. Ia mengungkapkan penyidik Polda Riau telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap 15 perusahaan, namun karena alat bukti kurang sehingga penyidikan harus dihentikan.

"Itu bukan 15 perusahaan langsung di SP3 begitu, tidak. Jadi 15 perusahaan itu tersebar di wilayah Riau, ada di Polres-Polres penanganannya," ujarnya.

Adapun alasan SP3 15 perusahaan itu kata dia, ada yang hutan yang terbakar namun hutan tersebut bukan lagi milik perusahaan karena izinnya telah habis. Sehingga menurut Ari sudah bukan lagi pihak perusahaan yang harus bertanggung jawab.

Kemudian ada juga lahan milik perusahaan namun karena tidak dioperasikan sehingga digunakan oleh warga setempat, sehingga ketika terjadi kebakaran status lahan tersebut adalah lahan sengketa. Sehingga lagi-lagi pihak perusahaan tidak harus bertanggung jawab.

"Itu model-modelnya, dilakukan penghentian karena tidak cukup bukti bawah korporasi yang melakukan," jelasnya.

Sementara Kabid Humas Riau AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan kasus kebakaran ini banyak dilakukan oleh perorangan. Biasanya warga membuka lahan untuk bercocok tanam. Sayangnya banyak warga yang menggunakan cara pembakaran untuk membuka lahan. Alasannya karena lebih murah proses pembukaan lahan itu.

"Fakta yang kita temukan seperti itu. Masyarakat kita memang punya kebiasaan melakukan perluasan lahan dan pembukaan lahan dengan cara tradisional yang paling mudah dan murah adalah dengan membakar," katanya.

Menurutnya apartur negara seharusnya bisa melakukan pembinaan dan sosialisasi jika cara membuka lahan tersebut salah. Seperti dengan penyebaran pamflet atau tulisan di spaduk yang berisikan penyuluhan pencegahan kebakaran itu.

"Sekarang juga oleh Satgas dibuat kanalisasi, sehingga ketika terjadi kebakaran di salah satu lahan maka tidak akan meluas pada lahan lainnya.   Ada kandungan air yang bisa digunakan untuk menyemprot," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement