REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Laboratorium Modifikasi Cuaca Nasional Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto, mengatakan program hujan buatan bukanlah pemadam kebakaran. Tujuan utama hujan buatan adalah membasahi lahan gambut agar tidak terimbas kenaikan suhu udara.
"Teknologi hujan buatan ini memang mampu menurunkan air hujan dalam jumlah besar. Namun, sifatnya bukan serta merta sebagai pemadam kebakaran. Sebab, tidak bisa persis dijatuhkan di lokasi titik panas atau hotspot," ungkap Tri ketika dihubungi Republika, Rabu (24/8).
Hujan buatan, lanjut dia, sangat dipengaruhi lokasi awan. Jika awan berada tepat di atas titik panas, maka dipastikan hujan buatan mampu secara signifikan mengurangi jumlah titik panas. Namun, ketika awan berada di sekitar titik panas, maka hujan buatan pun hanya dapat membasahi area sekitarnya. Menurut Tri, kondisi seperti ini normal terjadi.
"Tujuan utamanya kan membasahi lahan gambut yang kandungan airnya kurang agar tidak berpotensi muncul titik panas. Jadi, hujan buatan di sekitar titik panas pun tidak masalah asalkan tidak menjalar ke lokasi lain," ungkap dia.
Dikonfirmasi secara terpisah, Deputi Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Yunus S Swarinoto, membenarkan jika secara teknis hasil hujan buatan bisa tidak tepat sasaran. Sebab, teknologi hujan buatan bersifat spasial.
Proses persemaian hujan buatan, lanjut dia, sangat bergantung kepada suhu udara, kecepatan angin dan kelembapan udara. Selain itu, hujan buatan pun menjadi tidak efektif jika di satu area ada pengurangan titik api, tetapi di area lain ada penambahan.
"Jumlah titik api akan cepat tuntas jika ditimpa bom air (water bombing). Sifatnya langsung memadamkan titik koordinat pusat titi api," tambah Yunus.