REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Firman Subagyo mengatakan wacana kenaikan harga rokok hingga Rp 50 per bungkus dinilai tak rasional. Menurutnya jika wacana itu diberlakukan pemerintah maka dinillai melanggar hak asasi konsumen.
"Jangan melarang hak asasi seseorang, kalau bicara kesehatan, asap mobil juga tak sehat," ujarnya baru-baru ini.
Politikus Partai Golkar ini menyebut wacana tersebut sangat berpengaruh kepada keberlangsungan industri, ekonomi rakyat, dan pendapatan negara. "Jelas ngaruh dong, coba bayangkan kalau harga naik. Apa efeknya terhadap petani tembakau, apa efeknya terhadap para buruh, ini harus dipikir betul-betul," kata dia.
Menurut dia, kenaikan harga rokok bukan menjadi kewenangan LSM. "Dan di sini saya tegaskan kembali, LSM mana pun tidak berhak mengatur harga rokok, catat itu," tegas Firman.
Dia menyarankan sejumlah organisasi maupun LSM -- yang mewacanakan kenaikan harga rokok -- bertemu langsung dengan petani tembakau terlebih dahulu. Jangan hanya sekadar menyurvei perokok saja. Tanyakan kepada petani tembakau, apa kira-kira dampak yang akan mereka rasakan. Cara ini baru dinilainya adil.
Pihaknya akan tetap membela kepentingan nasional dan tidak ingin terjebak dalam permainan kelompok yang tidak rasional. Sebab, kata Firman, DPR membuat regulasi untuk memberikan rasa keadilan. Regulasi tidak boleh diskriminatif. Pembuat regulasi pun tidak tidak bisa atas tekanan orang lain.
Sebelumnya, sejumlah lembaga termasuk YLKI mendorong dan menyepakati ihwal kenaikan harga rokok dengan berbagai alasan. Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany menyebutkan, kenaikan harga rokok dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016. Sebanyak 72 persen mengatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50 ribu. Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan.