Sabtu 20 Aug 2016 21:24 WIB

Pakde Karwo: Kenaikan Harga Rokok Jangan Jadi Kebijakan Terburu-buru

Gubernur Jatim Soekarwo.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Gubernur Jatim Soekarwo.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyarankan pemerintah pusat mengajak bicara Pemerintah Daerah sebelum mengambil keputusan terkait wacana menaikkkan harga rokok Rp 50.000 per bungkus.

"Saya harap dipanggil ke Jakarta untuk diajak bicara dan turut membahasnya, sebab selama ini hanya tahu dari media massa," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Sabtu (20/8).

Pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu mengaku mendengar informasi kenaikan harga rokok namun sebatas mengetahuinya dari media yang salah satu alasan utamanya disebut untuk memenuhi kuota ajak serta mencegah anak-anak merokok.

Menurutnya jika tak ada pembahasan dengan daerah maka dikhawatirkan menjadi kebijakan yang terburu-buru, terlebih sebagian besar cukai rokok berasal dari daerah.

Fungsi Pemerintah Daerah, kata dia, diajak bicara karena lebih pada pertimbangan sosiologis, dan digambarkannya di Jawa Timur saat ini terdapat 6,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari rokok.

Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu juga menjelaskan, bahwa pungutan berupa pajak bisa berfungsi dalam dua hal, yakni pengaturan dan pendapatan.

"Seperti pajak minuman beralkohol yang merupakan fungsi untuk pengaturan. Nah, jika menaikkan cukai rokok dengan harapan agar orang tidak merokok tentunya tidak bisa," katanya.

Namun, lanjut dia, jika tujuannya agar orang tidak merokok maka diusulkan agar sekalian menutup pabrik-pabrik rokok besar di Amerika maupun Eropa.

Disinggung soal pendapatan dari cukai rokok Jawa Timur, ia mengatakan bahwa provinsinya menyumbang cukai ke pusat sebesar Rp100 triliun lebih. Dari Jumlah tersebut kembali ke provinsi sebesar 2 persen atau sekitar Rp2,2 triliun, kemudian dibagi dengan Pemerintah Daerah.

"Rp2,2 triliun dibagi 30 persen ke provinsi, dan 70 persen dibagi dengan 38 kabupaten/kota se-Jatim," katanya.

Tidak itu saja, Pakde Karwo juga khawatir jika harga rokok naik maka pendapatan petani tembakau dan buruh di pabrik rokok berkurang.

"Petani tembakau juga akan terimbas bila wacana itu benar-benar diwujudkan, terlebih ada sekitar 6,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari rokok," katanya.

Sementara itu, jika tujuan menaikkan harga rokok untuk mengurangi anak-anak merokok tentunya kebijakan tersebut dinilai tidak tepat.

"Kenapa? ini karena untuk melarang anak-anak adalah fungsi dari orang tua, jadi bukan lantas menaikkan harga rokok bisa mencegah anak-anak untuk merokok," kata Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement