Rabu 17 Aug 2016 12:54 WIB

Transmigrasi NTT Bangun Komoditas Unggulan

Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo bersama warga transmigran melakukan tarian Tebe, tarian khas masyarakat NTT di UPT Halituku di Kabupaten Belu
Foto: Istimewa
Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo bersama warga transmigran melakukan tarian Tebe, tarian khas masyarakat NTT di UPT Halituku di Kabupaten Belu

REPUBLIKA.CO.ID, BELU -- Sebanyak 100 kepala keluarga telah menempati UPT Halituku, Desa Naekasa, Tasifeto Barat, Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka merupakan warga dari kecamatan ataupun kabupaten lain di NTT yang pindah sejak dibukanya permukiman transmigrasi itu pada 2011 lalu.

Adelina Belak, seorang transmigran dari Atambua menuturkan, di UPT ini dia menempati rumah beserta pekarangan seluas 20 x 40 meter. Di lahan inilah transmigran bertani dan mencari penghasilan.

"Kami menanam pisang, ubi kayu dan ubi jalar, buah mangga, nangka jambu mete juga. Kalau bahan pokok sehari-hari kita tidak kekurangan," tuturnya, saat blusukan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.

Dia mengaku masalah yang dihadapi petani adalah sulitnya mendapatkan air. Jangankan untuk menyuburkan tanaman, buat air minum pun masih sulit didapat. "Kami kadang jalan sekitar tiga kilometer ke desa sebelah yang ada mata airnya. Dulu ada pipanisasi, tapi sumber airnya mulai habis," ujar Adelina.

Terkadang ada juga warga membeli air yang dibawa dengan mobil truk tangki. "Rp 200 ribu dapat dua tangki air, tapi kadang-kadang saja ada," ujarnya.

Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, masyarakat transmigrasi di NTT ini harus segera lepas dari kondisi sulit. Masalah air harus langsung dicarikan solusi, apakah dengan pipanisasi, ataupun pemberian mobil tangki air untuk dikelola masyarakat. "Kemudian nanti mobil tangki air ini dirawat. Jadi air beli dengan harga murah buat perawatan saja," kata Mendes Eko.

Untuk penguatan ekonomi, Mendes Eko meminta masyarakat di UPT Halituku mengembangkan satu komoditas unggulan secara fokus dan konsisten. Ini untuk mengangkat skala ekonomi desa agar komoditas tersebut bisa menjadi andalan penghasilan masyarakat.

"Misalnya kembangkan komoditas cabai. Semua tanam cabai, sehingga nanti orang kalau mau mencari cabai ya ke desa sini. Bulog atau pengusaha swasta pasti mencari kalau sudah ada skala ekonominya," tandas Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement