Selasa 16 Aug 2016 23:13 WIB

Bupati Seruyan Nilai Pidato Presiden Jokowi Biasa Saja

Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8). (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA PEMBUANG -- Bupati Seruyan, Kalimantan Tengah, Sudarsono menilai isi pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka HUT ke-71 Republik Indonesia biasa saja.

"Menurut saya pidato beliau biasa-biasa saja, dan tidak ada sesuatu yang mengejutkan," katanya di Kuala Pembuang, Selasa (16/8).

Sudarsono melihat secara umum pidato yang disampaikan Presiden Joko Widodo hanya menyampaikan beberapa persoalan berkaitan dengan kinerja yang telah dilakukan pemerintah.

"Beliau menyampaikan masalah kinerja pemerintah yang itu sebenarnya sudah bisa kita lihat," ujarnya.

Bupati yang terpilih lewat jalur perseorangan ini mengatakan, selain pidato kenegaraan, hal utama yang sebenarnya paling dinanti-nanti oleh banyak daerah di Indonesia termasuk Seruyan adalah finalisasi pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang sedang berlangsung di tingkat pusat.

"Sebagai daerah yang sangat bergantung dengan pemerintah pusat, maka sebenarnya yang kita tunggu-tunggu adalah bagaimana pembahasan APBN 2017," jelasnya.

Ia berharap, pemerintahan yang ada sekarang tetap mempertahankan kebijakan pro rakyat agar tetap terlaksana pada 2017 mendatang, di antaranya mengenai percepatan swasembada pangan di Tanah Air.

Menurutnya, terkait masalah swasembada pangan tersebut, salah satu kebijakan anggaran yang paling diperlukan oleh banyak daerah adalah untuk mewujudkan percepatan swasembada pangan dengan mencetak lahan pertanian tanpa bakar.

Sebagai konsekuensi larangan membakar lahan, maka pemerintah pusat harus mengimbangi kebijakan tersebut dengan jalan mengalokasikan anggaran untuk mencetak lahan pertanian tanpa bakar menyesuaikan dengan luas lahan dan jumlah petani di suatu daerah atau desa.

Dengan demikian, dalam satu atau dua tahun ke depan, petani sudah punya hamparan lahan pertanian yang dapat dikerjakan atau ditanami tanpa harus melalui proses membakar lebih dulu.

"Besar harapan saya pemerintah pusat dapat mengeluarkan kebijakan yang signifikan untuk masalah swasembada pangan ini," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement