Selasa 16 Aug 2016 09:44 WIB

Pengamat Kritisi Inisiatif BIN dalam Kasus Arcandra

Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menilai Badan Intelijen Negara telah gagal melindungi Presiden Joko Widodo dalam kasus paspor ganda mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar.

"Seharusnya diminta maupun tidak diminta, BIN harus memberi data latar belakang calon menteri," ujar Ridlwan Habib saat dihubungi di Jakarta, Selasa (16/8).

Menurut Ridlwan, BIN mempunyai deputi bidang luar negeri dan deputi kontra intelijen yang mempunyai kemampuan pelacakan latar belakang orang yang semestinya bisa berinisiatif membantu presiden.

"Apalagi dengan teknologi saat ini, hal itu bisa dilakukan hanya dalam hitungan jam," kata Ridlwan.

Koordinator Indonesia Intelligence Institute itu mencontohkan untuk melihat latar belakang Arcandra, BIN bisa menghubungi KJRI Houston melalui sambungan telepon. Selain itu BIN juga bisa memanfaatkan situs pelacakan nama yang mampu menampilkan nama orang beserta kewarganegaraannya dalam waktu 30 detik.

Ridlwan memandang kasus Arcandra merupakan kesalahan mekanisme birokrasi intelijen yang kurang berjalan baik. Presiden RI Joko Widodo memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari posisinya sebagai Menteri ESDM, Senin (15/8) malam. Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, keputusan itu diambil Presiden setelah mendengarkan masukan dari sejumlah pihak. Pratikno tidak merinci apa alasan presiden memberhentikan Arcandra. Namun sebelumnya Archandra Tahar disebut-sebut berkewarganegaraan Amerika Serikat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement