REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan gugurnya status Warga Negara Indonesia (WNI) tidak perlu ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Hal ini merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI.
Yusril menyebutkan, dalam kasus polemik dugaan dwikewarganegaraan yang disandang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, status WNI Arcandra akan otomatis hilang jika dia menjadi WN Amerika Serikat lewat sumpah setia.
''Dalam kasus AT yang konon menjadi WN Amerika melalui sumpah setia, maka dia termasuk dalam ketentuan Pasal 31 (PP nomor 2 tahun 2007) yang otomatis hilang WNInya. Tidak hanya itu, status WNI yang gugur itu tidak perlu ditetapkan melalui Keputusan Presiden,'' ujar Yusril dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (15/8).
Yusril menjelaskan, dalam Pasal 31 tersebut ada dua ayat. Ayat pertama mengatur soal kehilangan status WNI. Kemudian pada ayat kedua mengatur soal prosesnya yang lebih panjang.Yusril menambahkan, dalam pasal itu, WNI dinyatakan kehilangan kewarganegaraanya oleh Presiden apabila yang bersangkutan sudah 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Atas dasar itu, status WNI seseorang akan hilang secara otomatis. Pasalnya, Indonesia tidak menganut dwikewarganegaraan. ''Otomatis (status WNI gugur apabila seorang WNI mengalami kriteria dalam Pasal 31 ayat 1 PP Nomor 2 Tahun 2007), karena kita kan tidak menganut dwikewarganegaraan,'' kata mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut.
Tidak hanya itu, Yusril menambahkan, Keputusan Presiden RI tentang kewarganegaraan seseorang hanya berlaku untuk dua kondisi. Pertama, ketika seorang anak dari pasangan WNI lahir di negara yang menganut Ius Soli (hak untuk wilayah), kedua seorang anak yang lahir dari pernikahan campuran (WNI dan WNA).