Jumat 12 Aug 2016 03:00 WIB

Bawaslu DIY Jaring Relawan Awasi Plkada 2017

Rep: Yulianingsih/ Red: Bayu Hermawan
Pilkada (ilustrasi)
Foto: berita8.com
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Meski pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2017 di DI Yogyakarta (DIY) hanya dilakukan di Kulonprogo dan Kota Yogyakarta, namun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY tetap menjaring relawan untuk ikut mengawasi pelaksanaan Plkada di dua kabupaten/kota tersebut.

Ketua Bawaslu DI Yogyakarta, Mohammad Nadjib mengatakan keterlibatan masyarakat sebagai relawan pengawas memang sangat dibutuhkan. "Ini penting, bukan hanya untuk mengawasi dugaan politik uang, melainkan berbagai jenis pelanggaran Pemilu lainnya," katanya.

Menurutnya, keterbatasan kapasitas Panwas di tingkat kabupaten dan kota membutuhkan bentuk dukungan nyata dari masyarakat. Karena itulah pihaknya melakukan penjaringan sukarelawan dalam pengawasan Pilkada kali ini. Relawan ini djaring dari perguruan tinggi hingga organisasi masyarakat.

"Untuk pilkada 2017 baru tergabung 84 orang relawan. Memang belum cukup banyak, tapi mereka adalah simpul organisasi yang harapan kami bisa merekrut masing-masing anggota di lembaganya," jelasnya.

Bawaslu juga akan bekerjasama intensif dengan panwas kabupaten/kota untuk pengawasan Pilkada 2017 mendatang. Sementara itu komsioner Bawaslu bidang penindakan, Sri Rahayu Werdiningsih mengatakan, pihaknya berharap semua pihak yang terlibat Pilkada untuk menghindar adanya money politics. Pasalnya, dalam Undang-undang Pilkada yang baru, sanksi akan dijatuhkan dengan tegas jika politik uang tersebut terbukti.

"Ini tidak hanya bagi pemberi, melainkan juga penerima," ucapnya.

Menurutnya daalam UU Pilkada ada tiga pasal yang menjelaskan perihal politik uang tersebut, yatu Pasal 73, 135A dan 187A. Ancamannya tidak hanya administrasi berupa pembatalan sebagai calon, tapi juga pidana penjara dan denda.

Diakuinya,  selain pasangan calon, tim kampanye dan relawan atau pihak lain juga dilarang memberikan uang, materi serta janji yang bisa mempengaruhi pemilih maupun penyelenggara. Bahkan, penerima politik uang kini juga dijerat dengan pidana yang ancamannya penjara minimal tiga bulan dan denda minimal Rp 200 juta.

Hanya, penanganan pidana politik uang diserahkan ke Panwas tingkat kabupaten atau kota. Sedangkan Bawaslu tingkat propinsi memperoleh kewenangan khusus untuk menangani pelanggaran politik uang yang mengarah ke administrasi.

"Aturan mengenai sanksi politik uang sangat berbeda dengan pilkada tahun lalu. Dan kami juga sudah siap jika ada aduan terkait pelanggaran tersebut. Harapan kami masyarakat yang mengetahui dugaan politik uang, segera laporkan ke kami," jelasnya.

Dalam mengusut dugaan pelanggaran politik uang, Bawaslu diberikan waktu selama 14 hari kerja guna pemeriksaan. Kemudian jika dugaan itu terbukti dan diputuskan pembatalan sebagai calon, maka KPU wajib menindaklanjutinya dalam waktu tiga hari kerja usai putusan ditetapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement