Kamis 11 Aug 2016 21:41 WIB

Kasus Vaksin Palsu Merupakan Kejahatan Terorganisir

(dari kiri) Ketua KPAI, Asrorum Ni'am, Dir. Pengawasan Distribusi dan PKRT Badan POM RI, Arustiyono, Dir. Tipideksus Bareskrim POLRI Brigjen Pol. Agung Setya memberikan keterangan saat menjadi pembicara dalam acara dialog POLRI bertajuk Kupas Tuntas Vaksin
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
(dari kiri) Ketua KPAI, Asrorum Ni'am, Dir. Pengawasan Distribusi dan PKRT Badan POM RI, Arustiyono, Dir. Tipideksus Bareskrim POLRI Brigjen Pol. Agung Setya memberikan keterangan saat menjadi pembicara dalam acara dialog POLRI bertajuk Kupas Tuntas Vaksin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan bahwa kasus peredaran vaksin palsu merupakan kejahatan terorganisir.

"Ini (kasus vaksin palsu) sudah termasuk kejahatan terorganisir karena para tersangkanya punya peran masing-masing. Ada yang berperan sebagai produsen, menyiapkan bahan baku, sebagai distributor dan ada yang perannya menyuplai ke rumah sakit," kata Brigjen Agung Setya dalam Dialog Polri bertajuk Kupas Tuntas Vaksin Palsu di Jakarta, Kamis (11/8).

Dalam diskusi tersebut, ia menjelaskan awal mula jajarannya membongkar kasus vaksin palsu. Agung menilai sulit untuk memberantas tindak kejahatan pemalsuan vaksin palsu karena ada sebagian masyarakat yang ingin mendapatkan keuntungan besar walaupun harus melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

"Ini salah satu yang sulit. Patuh hukum itu menjadi barang antik bagi kita," katanya.

Dalam dialog tersebut dihadiri pula oleh Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam serta Direktur Pengawasan Distribusi PT dan PKRT Badan POM Arustiyono.

Hingga kini, jumlah tersangka kasus praktik peredaran vaksin palsu mencapai 25 tersangka.

Dari 25 tersangka kasus vaksin, memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka), dan dokter (lima tersangka).

Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement