Kamis 11 Aug 2016 06:07 WIB

Pilkada Kota Yogyakarta dan Tasikmalaya tanpa Calon Independen

Rep: Yulianingsih, Fuji E Permana/ Red: M.Iqbal
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID,Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 di Kota Yogyakarta (DI Yogyakarta) dan Kota Tasikmalaya (Jawa Barat) tidak akan diikuti calon dari jalur perseorangan atau independen. Ketiadaan ini disebabkan sejumlah faktor.

Dari Yogyakarta dilaporkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta memastikan tidak ada satupun calon independen dalam Pilkada 2017. Hal ini merupakan hasil rapat pleno KPU Kota Yogyakarta, Rabu (10/8), setelah sampai batas waktu penyerahan dukungan bakal calon perseorangan tidak ada satupun yang menyampaikan dukungan ke KPU setempat.

"Maka kita putuskan pada rapat pleno bahwa Pilkada 2017 tidak ada calon dari jalur perseorangan," ujar Ketua KPU Kota Yogyakarta Wawan Budiyanto. Menurut Wawan, salah satu bakal calon jalur perseorangan yang diusung kelompok Japhe Methe, yaitu pasangan Arif Nurcahyo-Laretna Adhisakti (Arif-Adhisakti) mendatangi KPU pukul 13.50 WIB.

Namun, kedatangan mereka hanya murni silaturahim dan menyampaikan informasi perolehan dukungan kartu tanda penduduk (KTP) yang berhasil mereka kumpulkan. "Tidak ada penyerahan berkas dukungan dari pasangan ini (Arif-Adhisakti). Jadi, kita tidak bisa melakukan verifikasi dukungan maupun melihat minimal dukungan dan sebarannya apakah memenuhi syarat atau tidak," katanya.

Lantaran tidak ada penyerahan berkas dukungan dari pasangan tersebut hingga pukul 16.00 WIB, maka KPU memutuskan bahwa jalur perseorangan Pilkada Kota Yogyakarta kosong pendaftar. Sebab, untuk mendaftarkan diri melalui jalur ini, pasangan calon harus menyerahkan berkas dukungan KTP terlebih dahulu.

"Karena tidak ada calon, maka kita teruskan proses tahapan pilkada selanjutnya, yaitu pemutakhiran data pemilih dan pendaftaran bakal calon dari jalur partai politik atau gabungan partai politik," katanya. Pemutakhiran data pemilih ini akan dilakukan hingga Oktober mendatang.

Sedangkan, pendaftaran bakal pasangan calon dari jalur partai politik dan gabungan partai politik akan dibuka 21-23 September 2016.

Terpisah, Arif Nurcahyo dan pasangannya Laretna Adhisakti sebelum ke KPU Kota Yogyakarta menggelar tasyakuran atas perolehan dukungan masyarakat Yogyakarta terhadap keduanya.

"Meski tidak memenuhi syarat minimal dukungan untuk maju di Pilkada Kota Yogyakarta, namun perolehan dukungan ini patut kita syukuri. Ini kepercayaan terhadap kami untuk ikut membangun Kota Yogyakarta meski tidak menjadi walikota," ujar Arif. Menurutnya, hingga Selasa (9/8) malam pukul 21.00 WIB, pihaknya melalui beberapa relawan di posko Arif-Adhisakti berhasil mengumpulkan dukungan KTP sebanyak 17.845 dukungan.

Sementara syarat minimal dukungan untuk maju ke Pilkada Kota Yogyakarta melalui jalur indipenden sebanyak 26.374 dukungan KTP. "Kami masih kurang 8.529 dukungan KTP, jadi jelas tidak memenuhi syarat. Meski begitu kita tetap akan menjaga kepercayaan dukungan ini dan akan menyampaikannya ke KPU," ujarnya.

Pengumpulan dukungan 17 ribu lebih KTP tersebut menurut Arif dilakukan dalam kurun empat bulan terakhir. Meski tidak memenuhi syarat dukungan, Arif bersama relawan Japhe Methe dan pasangannya Laretna tidak akan membubarkan diri.

Mereka sepakat membuat gerakan kebudayaan dengan nama Arif Adhisakti Center (AAC) yang merupakan lembaga kajian untuk pembangunan masyarakat Kota Yogyakarta. Melalui lembaga ini pihaknya dan tim relawan akan ikut berpartisipasi dalam pembangunan Kota Yogyakarta ke depan.

Dari Tasikmalaya dilaporkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tasikmalaya menilai para calon walikota lebih mempertimbangkan soal menang kalah. Ketua KPU Kota Tasikmalaya, Cholis Muchlis mengatakan, pilkada adalah kompetisi.

Jika dipandang sebagai kompetisi maka jelas ujungnya menang atau kalah. Orang-orang pun akan mempertimbangkan peluang kemenangan.

Kalau pertimbangannya menang atau kalah, maka para calon akan menghitung soal kekuatan.  "Kekuatan elektabilitas, kekuatan sosial, finasial dalam arti ongkos politik," kata Cholis kepada Republika, Rabu (10/8).

Cholis menerangkan, tidak adanya calon independen juga terkait faktor minat. Menurutnya, bisa saja orang mencalonkan diri melalui jalur independen dengan tidak mempersoalkan menang atau kalah.

Tapi, tujuannya kepada pendidikan politik untuk masyarakat. Sebab, calon independen akan terlibat dalam program diskursus pada saat kampanye.

Program tersebut akan menjadi suatu pendidikan politik. Cholis menerangkan, dari dua sisi antara minat yang tidak mempersoalkan menang atau kalah dan peluang, nampaknya para calon lebih condong pada pertimbangan peluang soal menang kalah.

"Saya melihatnya lebih pada infrastruktur politik, yaitu modal politik dan sosial dalam rangka memenangkan pertarungan," ujar Cholis.

Selain itu, Cholis mengungkapkan, bisa jadi tidak ada figur mumpuni yang memilih jalur independen.

Mungkin juga tidak ada figur yang memiliki keunggulan luar biasa dibandingkan calon yang muncul dari partai poltik. Sehingga tidak ada calon yang muncul dari jalur independen.

Cholis mengatakan, meskipun sebelumnya pernah muncul calon yang berusaha mengumpulkan KTP dan membuat posko, tapi ujung-ujungnya calon tersebut dikabarkan mendaftar ke partai politik.

Pendaftaran calon independen dibuka sejak Sabtu (6/8) sampai Rabu (10/8) pukul 16.00 WIB. Cholis menerangkan, dilihat dari segi orang yang beronsultasi ke KPU dan gaung di masyarakat juga tidak menunjukan tanda-tanda akan adanya calon independen.

Ini disayangkan mengingat KPU sudah menyosialisasikan sekaligus mengundang kepada siapa saja yang berminat jadi calon independen. Tapi, tidak ada calon independen yang mendaftar.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement