Senin 08 Aug 2016 17:52 WIB

Pakar Menilai Polda Riau Terburu-buru SP3

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Ilham
Polda Riau SP3 perusahaan tersangka pembakar hutan/ilustrasi
Foto: wikimedia
Polda Riau SP3 perusahaan tersangka pembakar hutan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kehutanan menilai langkah Polda Riau tak tepat dalam menghentikan penyidikan 15 perusahaan terkait kasus kebakaran lahan pada 2015, lalu.

Menurut peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), Herry Purnomo, masih banyak aturan perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menjerat tersangka. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Lingkungan, Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, atau Undang-Undang Nomor  18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

“Saya kaget juga ketika Polda Riau melakukan SP3, dengan alasan yang seperti itu lagi. Jadi butuh orang-orang yang cukup jeli. Polisi mendalami juga. UU Lingkungan pakai dong," kata Herry Purnomo saat dihubungi, Senin (8/8).

Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengakui, pembuktian dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tak mudah. Namun, hal tersebut semestinya tidak mengendurkan semangat penyidikan, apalagi sampai mengesampingkan perkara.

Dia menegaskan, Polda Riau bisa memakai undang-undang selain KUHP bila alat bukti yang mendukung tak juga ditemukan. "Jangan bolak-balik pidana (KUHP) saja. Itu agak susah. Karena kita kan enggak punya CCTV di situ. Kalau di mal, bisa. Karena untuk area seluas itu, harus pakai sedikit logika, mengapa-bagaimananya itu (kebakaran bisa terjadi).”

Herry menyebutkan, dalam UU Lingkungan dan UU Kehutanan, pihak pemegang izin atau konsesi adalah yang mesti bertanggung jawab atas lahan yang ia kelola. Dikhawatirkan, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Polda Riau itu kian membuat tak jelas siapa yang harus bertanggung jawab.

Herry menekankan, modus pembakaran lahan bisa berkaitan dengan status lahan yang masih dalam sengketa. “Dan itu sering terjadi. Di hampir semua konsesi kan ada bagian yang konflik itu. Tapi itu tidak boleh kemudian menutup atau menghilangkan kewajiban yang punya legal permit atau konsesi itu,” ujarnya. Artinya, kalau perusahaan pemegang izin tak bisa mengamankan lahan itu, mereka harus melepasnya. "Sesederhana itu sebenarnya.”

Karenanya, lanjut dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) patut diapresiasi dengan upaya mendalami SP3 Polda Riau itu. Pada Kamis (21/7) lalu, Menteri LHK Siti Nurbaya telah memerintahkan Ditjen Penegakan Hukum KLHK untuk mengkaji kasus ini dari secara perdata dan administrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement