Rabu 03 Aug 2016 20:30 WIB

Din Syamsuddin Prihatin Kerusuhan di Tanjung Balai

Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak.
Foto: Antara
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengaku prihatin atas kerusuhan berbau SARA yang terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, pekan lalu.

Menurut dia, kerusuhan yang berakibat pengrusakan sejumlah wihara di Tanjung Balai tidak hanya disebabkan wawasan keagamaan yang sempit, eksklusif, dan intoleran, namun juga didorong oleh provokasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Karena itu, kami mengimbau agar semua pihak khususnya umat berbagai agama untuk dapat menahan diri dan mencegah agar kejadian tersebut tidak terulang lagi," kata Din di sela-sela Pleno Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (PIM) di Jakarta, Rabu (3/8).

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015, itu juga meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk segera mengambil langkah cepat dan tepat guna mencegah terulangnya peristiwa intoleran serupa.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Nasional PIM Ali Maskyur Musa meminta pemerintah menggiatkan pelatihan resolusi konflik dengan melibatkan tokoh masyarakat serta organisasi pemuda untuk menangkal potensi konflik horizontal.

Pelatihan resolusi konflik itu, menurut dia, harus dikoordinasikan dengan baik oleh Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) terhadap tiga kementerian/lembaga di bawahnya seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelijen Negara (BIN).

"Jadi anggaran yang ada di empat lembaga tadi bisa diproyeksikan untuk melatih tokoh masyarakat dan ormas pemuda tentang resolusi konflik. Pelatihan ini penting agar jangan sampai terjadi konflik horizontal yang masif dan massal," ujar Ali.

Kerusuhan di Tanjung Balai berawal dari protes seorang warga etnis Tionghoa atas penggunaan pengeras suara dalam pengumandangan adzan. Dampak kerusuhan ini meluas diduga karena keterlibatan oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) melalui media sosial.

Ahmad Taufik merupakan salah satu tersangka yang ditangkap Polda Metro Jaya di Jakarta karena diduga mengunggah status, "Tanjung Balai Medan Rusuh 30 Juli 2016..!! 6 Vihara dibakar. Buat saudara Muslimku mari rapatkan barisan..Kita buat tragedi 98 terulang kembali. #Allahu_Akbar..." di laman Facebooknya, Ahad (31/7).

Mabes Polri menyebut sudah ada 18 orang tersangka kerusuhan di Tanjung Balai. Dari jumlah tersebut, 10 orang adalah pelaku pengrusakan dan sisanya pelaku penjarahan atau pencurian.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement