Selasa 26 Jul 2016 11:07 WIB

Fethullah Gulen (dan Ajarannya) yang Saya Kenal

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah lama saya mengenal Fethullah Gulen, orang yang dituduh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai pihak yang berada di belakang kudeta yang gagal beberapa hari lalu. Bukan dengan bertemu langsung, melainkan melalui para pengikutnya. Lewat buku-bukunya. Lewat wawancaranya dengan berbagai media. Melalui kunjungan saya ke Turki beberapa tahun lalu. Dan, lewat gerakan Hizmet yang terus saya ikuti. Juga melalui lembaga kemanusiaan ketika terjadi tsunami di Aceh pada 2004.

Di Indonesia, "kehadiran" Gulen bisa dikata mendahului demam tayangan serial drama Turki di beberapa stasiun televisi. Mulai dari Elif, Abad Kejayaan, Sherhazat, Cansu dan Hazal, hingga Cinta di Musim Cherry. Juga sebelum kebab Turki seterkenal sekarang. Namun, tidak seperti pada umumnya serial drama Turki yang menggambarkan gaya hidup sekuler, para pengikut Gulen tampak lebih agamais. Sederhana, santun, ramah, mudah bergaul, percaya diri, gampang membantu orang lain, dan seterusnya.

Ada dua lembaga yang terkait dengan Gulen. Pertama, Pasiad--Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association. Lembaga ini bekerja sama dengan pihak-pihak Indonesia mendirikan sejumlah lembaga pendidikan yang dikenal dengan Sekolah Indonesia-Turki. Ada Sekolah Pribadi Depok, Pribadi Bandung, Kharisma Bangsa Tangerang Selatan, Semesta Semarang, Kesatuan Bangsa Yogyakarta, SBBS Sragen, Fatih Putra Aceh, Fatih Putri Aceh, dan Sekolah Banoa Kalimantan Selatan. 

Dari sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa Inggris dan Indonesia ini banyak muncul anak-anak kita yang menjuarai olimpiade sains tingkat internasional. Selain pendidikan, Pasiad juga memfungsikan diri sebagai jembatan antara pengusaha Indonesia dan Turki. 

Lembaga yang kedua adalah Gulen Chair. Yang terakhir ini telah lama bekerja sama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, Gulen Chair juga bekerja sama dengan penerbit di Indonesia untuk menerbitkan buku-buku karya Gulen.  

Buku-bukunya yang telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia antara lain Qadar, Dakwah: Jalan Terbaik dalam Berpikir dan Menyikapi Hidup, Islam Rahmatan Lil ‘Alamin: Menjawab Pertanyaan dan Kebutuhan Manusia, Cahaya Al-Qur’an bagi Seluruh Makhluk: Tafsir Ayat-ayat Pilihan Sesuai Kondisi Dunia Saat ini, Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia, Bangkitnya Spiritualitas Islam, Membangun Peradaban Kita, dan Tasawuf untuk Kita Semua.

Meskipun pandangan-pandangan keislaman Gulen--jalan sufi sebagaimana tampak dari sejumlah judul bukunya--sesuai dengan masyarakat Islam di Indonesia, para pengikutnya tidak pernah menampilkan diri sebagai kiai atau ustaz. Penampilan mereka pun biasa saja. Celana dengan pantalon. Terkadang berjas dan tidak jarang berbatik ria, plus tak berjenggot.

Mereka juga tidak menyelenggarakan ceramah-ceramah agama di masjid atau di tempat lain. Juga tak melibatkan diri dalam kegiatan politik. Kegiatan mereka lebih banyak di pendidikan, seni-budaya, dan sosial (bantuan kemanusiaan). 

Dalam wawancara dengan media al-Sharq al-Awsat pada Maret tahun lalu, Fethullah Gulen menyatakan gerakannya-- bernama Hizmet--bukanlah politik. Menurut dia, Islam bukan ideologi politik atau sistem pemerintahan/kekuasaan. Bukan pula bentuk negara. Ia menegaskan, gerakan Hizmet "di atas" politik.

Hizmet sendiri berasal dari kata Arab khidmah atau pelayanan. Gerakan ini pada awalnya adalah jamaah sufi yang dipimpin Fethullah Gulen di Kota Izmir pada 1970-an. Waktu itu Gulen berkeliling dari kota ke kota dan dari masjid ke masjid. Ia memberikan ceramah. Ia juga aktif menulis. Tema yang dibawakan kebanyakan soal jalan hidup sufi. Waktu itu, pengaruh sekuler Ataturk masih sangat kuat.

Ia mengatakan, masjid di Turki sudah banyak, yang kurang adalah sekolah. Menurut dia, persoalan masyarakat Islam adalah kobodohan dan kemiskinan. Kuncinya adalah pada pendidikan. Karena itu, ia meminta kepada para anggota jamaahnya untuk mendirikan banyak sekolah. Tentu yang berkualitas. Sekolah-sekolah ini sebagai bentuk hizmet kepada masyarakat.

Hizmet tidak lama kemudian menjadi sebuah gerakan besar. Dari pendidikan lalu masuk ke pelayanan kesehatan dan kemudian bantuan sosial dan kemanusiaan. Untuk semua itu mereka membutuhkan dana yang besar. Karena itu, mereka, para pengikut Gulen, mendirikan Bank Asia. Sedangkan, para pengusahanya bergabung dalam sebuah grup bisnis yang bernama Tuskon (Turkish Confederation of Businessmen and Industrialists).

Di bidang media, mereka mengelola kantor berita Jehan, enam stasiun televisi, dan tiga radio. Sedangkan, untuk media cetak dan online, mereka mempunyai Grup Zaman yang menerbitkan koran Zaman berbahasa Turki dan Today Zaman berbahasa Inggris, berikut dengan online-nya. Zaman juga cetak di negara-negara lain yang mempunyai komunitas berbahasa Turki. Sedangkan, di bidang pendidikan, Hizmet kini mengelola lebih dari 1.500 lembaga pendidikan di berbagai tingkatan dan 15 universitas yang tersebar di berbagai negara.

Tidak diketahui berapa kini jumlah pengikut Gulen. Namun, diperkirakan jumlahnya puluhan juta orang dari berbagai profesi. Dari guru, dosen, dokter, pengusaha, polisi, tentara, intelijen negara, hakim, pengacara, pegawai negeri dan swasta, hingga wartawan dan lainnya. 

Pada 1999, Fethullah Gulen, mengasingkan diri ke Amerika Serikat. Ulama berusia 75-an tahun ini kemudian tinggal di daerah pegunungan di Pennsylvania, AS. Dari tempat peristirahatannya inilah ia mengendalikan semua kegiatannya.

Di Turki, para pengikut Gulen memang tidak berpolitik. Dalam arti tidak bergabung dan tidak mendirikan partai politik. Namun, mereka tetap bekerja sama dengan berbagai partai politik, utamanya partai penguasa. Dengan langkah ini diharapkan mereka justru bisa mendapatkan berbagai keuntungan, termasuk  jabatan-jabatan penting dan strategis di lembaga negara. Terutama di lembaga militer, kepolisian, kehakiman, dan intelijen negara. Apalagi mereka didukung oleh grup media.

Pengaruh Gulen yang besar seperti itulah yang kemudian memunculkan kekhawatiran beberapa pihak bahwa suatu waktu mereka akan mengambil kekuasaan. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut Gulen dan pengikutnya sudah seperti negara di dalam negara. Bahkan, kekhawatiran itu kini telah berkembang menjadi tuduhan bahwa Gulen berada di balik kudeta gagal beberapa hari lalu.

Pengamat Timur Tengah, Thariq al Hamid, menyebut konflik yang sedang terjadi di Turki sekarang antara kelompok Islamis versus Islamis, bukan sekadar konflik pribadi antara Erdogan dan Gulen. Erdogan mewakili Islam politik yang telah berhasil membawa Turki dari "negara sakit" di Eropa menjadi Turki yang modern, maju, dan demokratis. Sedangkan, Gulen mewakili Islam kultural, atau Islam ijtima’i sebagaimana disebut al Hamid.

Konflik seperti ini tentu akan sangat berbahaya dibandingkan dengan konflik Islam versus sekuler seperti terjadi selama ini. Apalagi bila konflik kedua tokoh besar Turki ini berkembang menjadi dendam kesumat. 

Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai tampak ketika pemerintah Erdogan tidak sekadar memenjarakan mereka yang terlibat kudeta, tetapi juga memecat ribuan pegawai negeri, termasuk mencabut lisensi mengajar ribuan guru yang ditengarai sebagai pengikut Gulen. Gulen sudah seperti barang najis. Siapa pun yang terkait dengannya harus dibersihkan.

Apa yang berlangsung di Turki ini tentu sangat mengkhawatirkan, di tengah berbagai persoalan lain yang dihadapi pemerintah Erdogan kini. Dari warga Kurdi yang terus meberontak, ISIS yang gencar melancarkan teror bom, hingga konflik di Timur Tengah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement