REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Daerah Riau mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan pada 2015. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun menilai penerbitan SP3 tersebut dapat dievaluasi kembali.
"Tentu ada alasannya, namun kemudian SP3 itu harus bisa dievaluasi di tingkat lebih tinggi. Tingkat lebih tinggi mengevaluasinya bukan lagi perkaranya yang mengevaluasi SP3 itu. Kalau memang benar ya tentu itu merupakan jalan hukum yang ada. Tapi kalau tidak bisa dengan penyelidikan ulang," kata JK di Makassar, Senin (25/7).
Ia pun menilai dikeluarkannya SP3 bukan berarti pemerintah tak serius menangani kasus kebakaran hutan. Menurut JK, kepastian hukum dibutuhkan bagi seseorang yang terjerat kasus, termasuk SP3. JK mengatakan, SP3 yang dikeluarkan memberikan kepastian hukum dengan catatan adanya bukti dan data yang jelas.
"Ya apapun perlu kepastian hukum. SP3 itu memberikan kepastian namun tentu dibutuhkan bukti yang jelas. Kita tidak bisa hantam begitu saja, tetapi harus betul-betul data yang baik. Kalau ada data yang baik tapi di SP3 itu salah. Karena itulah di atasnya, harus di kejaksaan, Mabes Polri harus evaluasi itu," jelasnya.
Seperti diketahui, Kepolisian Daerah Riau menghentikan penyidikan perkara 15 perusahaan yang diduga terlibat pembakaran lahan pada 2015. SP3 diterbitkan dengan alasan penyidik tidak memiliki bukti yang kuat. Yakni lantaran, lokasi kebakaran berada di lahan konsesi perusahaan yang sedang dalam sengketa dengan masyarakat
Adapun 15 perusahaan itu adalah PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, dan PT Sumatera Riang Lestari. Lainnya adalah PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi, PT Partawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United, dan PT Riau Jaya Utama.