REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Riau menyesalkan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di provinsi tersebut. Walhi menilai penerbitan SP3 tersebut sangat tidak transparan.
"Pertama kita melihat memang proses penerbitan SP3 yang diterbitkan Kapolda Dolly pada Januari lalu, tak transparan dan tak terbuka ke publik," kata Direktur Walhi Riau, Riko Kurniawan saat dihubungi Republika.co.id, Senin (25/7).
Riko mempertanyakan, kenapa penerbitan SP3 tersebut baru diketahui pada Juli 2016. Ia menilai, penerbitan SP3 tersebut sangat mencurigakan. Ia mengingatkan, penerbitan ini bertolak belakang dengan mandat Kapolda Riau sebelumnya, Codro Kirono yang berkomitmen memerangi asap di Riau.
"Kedua, SP3 itu melemahkan komitmen negara berperan terhadap asap untuk menuntaskan tidak terjadi asap," ujarnya.
Ia menilai, saat ini upaya peneggakan hukum terhadap karhutla dan asap sangat mundur. Penerbitan SP3, ia melanjutkan, menjadi bukti hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
"Ini yang kita lihat salah satu kegagalan negara dalam menangani ini ya dikeluarkannya SP3 di kepolisian," ucapnya.