REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Sleman membantah kasus gagal panen telah terjadi selama 12 tahun di Dusun Plambongan, Desa Sumberejo, Kecamatan Tempel.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura DPPK Sleman, Edy Sri Harmanta mengatakan, yang terjadi di dusun tersebut hanya penurunan hasil panen sekitar 25 sampai 30 persen akibat hama tikus.
Menurutnya, DPPK Sleman telah menindaklanjuti keluhan petani dengan menggelar gerakan gropyokan tikus. Namun masyarakat, kata dia, seringkali tidak tertib saat melakukan gerakan tersebut. Padahal gropyokan harus dilakukan benar-benar tuntas secara berkala.
"Bantuan kami baru sebatas gropyokan. Cara ini cukup efektif bila dilakukan secara tepat," katanya, Senin (25/7).
Terkait insentif gropyokan tikus, Sri menyampaikan pihaknya hanya menghargai Rp 1.000 per ekor. Ini terkait anggaran yang dimiliki oleh DPPK Sleman dan diserahkan pada tim anggaran.
Maka itu, pihaknya tidak bisa menentukan secara sepihak untuk meningkatkan insentif gropyokan bagi masyarakat.
"Kami hanya menerima saja dan alokasinya sudah ditentukan. Karena kami juga harus memperhatikan 51 ribu hektare lahan pertanian di Sleman," kata Sri.
Selain di Tempel, ada beberapa kecamatan lain yang rawan terken hama tikus, yakni Seyegan dan Moyudan.