Senin 25 Jul 2016 17:15 WIB

Petani Plambongan Klaim 12 Tahun Gagal Panen Akibat Tikus

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Israr Itah
Hama tikus di sawah, ilustrasi
Hama tikus di sawah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Selama 12 tahun petani di Dukuh Plambongan, Desa Sumberejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, DIY mengalami gagal panen. Ada sekitar 17 hektar luas lahan di dusun tersebut yang mandul akibat hama tikus.

Warga Dukuh Plambongan, Sujatno menuturkan, akibat kondisi itu masyarakat mengalami kerugian yang berkepanjangan. Padahal seharusnya petani bisa memperoleh gabah sebanyak delapan kuintal per hektar setiap panen. 

"Tapi karena tidak bisa panen bagus, akhirnya tanaman padi kami jual untuk pakan ternak," kata Sujatno menjelaskan, Senin (25/7). Menurutnya, selama ini masyarakat berusaha memecahkan permasalahan gagal panen dengan cara gropyokan tikus. Namun tikus selalu muncul kembali usai kegiatan pembasmian hama tikus ini.

Sujatno mengatakan kemungkinan besar lokasi yang dihancurkan saat gropyokan bukan merupakan sarang utama tikus sawah di dusunnya. Sehingga setelah gropyokan selesai, hama tersebut masih bisa kembali ke lahan untuk merusak tanaman padi.

"Sampai sekarang kami memang belum menemukan sarang utama tikus di sawah. Bantuan dari pemerintah memang ada, tapi ya belum bisa menuntaskan masalah," kata Sujatno.

Dalam waktu dekat, masyarakat setempat berencana untuk bermusyawarah menyelesaikan masalah ini. 

Mereka berharap ke depannya pemerintah bisa memberikan solusi yang tepat untuk kasus gagal panen yang telah petani hadapi selama bertahun-tahun. Adapun petani di Dusun Plambongan bernaung di bawah Kelompok Tani Sido Makmur, dengan anggota 40 orang. 

Anggota DPRD Sleman dari Fraksi PKB, Wawan Prasetia pun meminta agar pemerintah mengabil tindakan cepat untuk memecahkan masalah gagal panen di Plambongan. Ia berharap pemerintah kembali menggalakkan gropyokan tikus dengan insentif yang lebih tinggi. 

"Sebelumnya warga kan diberi uang seribu untuk satu ekor tikus pada gropyokan tikus. Sekarang insentifnya harus lebih besar, minimal tiga ribu rupiah per ekor," kata Wawan.

Hal tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan semangat masyarakat saat membasmi hama tikus. Selain itu petani juga harus senantiasa didampingi dalam menghadapi masa-masa sulit seperti sekarang. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement