REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah menteri pada Jumat (22/7) lalu. Pemanggilan ini dinilai menyiratkan kemungkinan adanya reshuffle Kabinet Kerja jilid II.
Direktur Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA) Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan sudah semestinya Jokowi mengevaluasi kinerja para menteri agar sejalan dengan kebijakan dan target yang diinginkannya.
"Namun, perombakan kabinet jangan dilakukan hanya untuk mengakomodir kepentingan partai," ujarnya baru-baru ini.
Menurut dia, tidak menjadi soal jika yang bersangkutan berasal dari parpol atau non-parpol, yang terpenting disesuaikan dengan kebutuhan rakyat. Pemanggilan Menteri Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Menteri Pertanian kemungkinan berkaitan dengan kebijakan ketahanan pangan dan peningkatan ekonomi kerakyatan berbasis koperasi.
Sahat menyebut ketiganya seharusnya saling bersinergi, namun tampaknya para menteri masih bingung mengintegrasikan kebijakan di bidang tersebut. Gaya kepemimpinan Jokowi dinilainya cepat dan tepat sasaran.
"Kabinet sudah berjalan hampir dua tahun. Para menteri seharusnya sudah menindaklanjuti pemikiran Presiden ke dalam perencanaan dan pelaksanaan yang terpadu. Hal ini yang ingin dievaluasi oleh Jokowi," kata Sahat.
Pengamat pembangunan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan selain ketahanan pangan dan ekonomi kerakyatan berbasis koperasi, pemerintah juga masih keteteran dalam reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Padahal untuk menjadi bangsa yang berdaya saing, Indonesia harus memiliki tata kelola pemerintahan yang baik serta rakyat yang baik dan berkompeten. Maka pemerintah juga harus segera mengevaluasi kinerja kementerian-kementerian yang terkait dengan kedua hal tersebut.