Sabtu 23 Jul 2016 10:17 WIB

Akademisi: Pokemon Go Jangan Sampai Singkirkan Nasionalisme

Aplikasi Pokemon Go saat berada di Komplek Istana Negara, Jakarta, Rabu (20/7). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Aplikasi Pokemon Go saat berada di Komplek Istana Negara, Jakarta, Rabu (20/7). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Permainan Pokemon Go jangan sampai menyingkirkan nasionalisme atau paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.  Hal ini diungkapkan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang Gunawan Witjaksana.

"Perlu membumikan kembali bunyi serta arti Sumpah Pemuda, bunyi serta makna sila-sila Pancasila, dan budaya gotong royong agar kembali menjadi ruh bangsa, terutama anak-anak muda," katanya di Semarang, Sabtu (23/7).

Gunawan menekankan bahwa hal itu jangan sampai tersapu oleh permainan Pokemon Go yang bersaing secara egois berebut level guna mendapatkan iming-iming hadiah.

Menyinggung soal regulasi, dia mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum mampu mengantisipasi perkembangan teknologi di balik permainan tersebut. "Belum lagi, bila kekhawatiran pemanfaatan Pokemon Go sebagai alat mata-mata benar adanya," kata Ketua STIKom Semarang itu.

Melihat kenyataan itu, dia memandang perlu berbagai kalangan peduli terhadap masa depan bangsa dalam mengahapi euforia permainan itu.

Teknologi internet yang sudah terkategori sebagai media massa, terlebih setelah terkolaborasi dengan media massa mainstream, kata pakar komunikasi itu, media massa selalu membawa serta "media culture" (budaya media massa) yang akan berujung pada "mass culture" (budaya massa).

Menurut dia, tidak perlu khawatir oleh dampak yang ditimbulkan oleh permainan itu karena sangat temporer. Hal ini segera berganti oleh budaya pop lain yang dipopulerkan media massa selanjutnya. "Sifat manusia yang selalu ingin tahu, terutama terhadap sesuatu yang baru, bisa saja akan segera melupakannya," katanya.

Kendati demikian, kata Gunawan, demam Pokemon jangan sampai diabaikan. Dalam hal ini, ahli teknologi informasi tidak boleh tinggal diam begitu saja. "Para pejabat dan pebisnis yang berwenang serta sangat peduli terhadap masa depan bangsa bisa menciptakan hal yang serupa, bahkan lebih canggih dan menarik. Yang lebih penting adalah mengaitkannya dengan jiwa nasionalisme," kata Gunawan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement