Sabtu 23 Jul 2016 06:00 WIB

Digital Parenting

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, Dunia sedang demam Pokemon Go. Mulai Amerika, Eropa, sampai Asia. Dari usia anak-anak hingga mereka yang sudah dewasa berkeliaran di jalan untuk memainkan game yang sedang populer ini.

Permainan ini bisa dikatakan sangat unik karena menggabungkan unsur digital dan dunia nyata. 

Jika salah satu bahaya digital game adalah terlalu banyak dudukdiam dan terkungkung dalam ruangan, Pokemon memberi solusi, berbeda dengan game lainnya. Ada aktivitas fisik, pemainnya bergerak--berpindah tempat di ruang terbuka--dan juga berinteraksi dengan sesama pemain (disebut trainer). 

Hanya saja, game yang dibuat oleh John Hanke ini memunculkan dampak negatif lain.

Beberapa trainer ada yang menjadi korban tindak kriminal karena penjahat menunggu di tempat sepi lokasi monster digital disembunyikan. 

Museum, masjid, dan tempat sakral menjadi lokasi yang dikunjungi para pemain untuk berburu jenis monster tertentu. Beranda perpustakaan kampus yang biasanya sepi, karena mereka yang di situ asyik dengan bacaan sambil menikmati udara di luar, kini berubah ramai karena orang-orang mencari Pokemon.

Beberapa museum membuat larangan orang bermain Pokemon Go karena mengganggu pengunjung, dan kericuhannya dapat membahayakan benda-benda koleksi bersejarah. 

Di Turki, ulama sampai 'turun tangan' guna membahas pelarangan game tersebut karena banyak trainer yang  keluar masuk masjid hanya untuk menangkap Zapdos, Articuno, Moltres, dll.

Kasus di Indonesia, bahkan sampai level menteri dan badan intelijen mulai mengawasi perkembangan permainan berburu monster virtual ini. Termasuk kalangan ulama juga membahasnya.

Singapura tidak mengizinkan adanya monster digital 'dipasang' di negeri ini. 

Bahkan untuk kawasan Asia, hanya di Indonesia permainan ini bisa berfungsi penuh.

Belum pernah ada game yang melibatkan begitu banyak lembaga resmi karena efeknya yang dahsyat.

Sekarang pertanyaannya bagaimana kita memposisikan diri menyikapi game fenomenal Pokemon Go? Baik sebagai individu ataupun sebagai orang tua.

Harus disadari, dunia digital sudah merambah dalam seluruh aspek kehidupan.

Segala sesuatu kini ada dalam genggaman. Karena itu perlu sikap bijak menghadapinya.  

Pertama, langkah terpenting adalah kita menempatkan diri sebagai pengendali gadget, bukan sebaliknya. Anak-anak juga harus dididik seperti itu. Kini banyak orang menderita nomophobia, jenis gangguan psikologis karena tergantung pada ponsel. Pastikan gadget adalah alat bantu, bukan sebaliknya kita yang menjadi pembantunya.  

Kedua, setiap orang tua juga harus mengerti perkembangan sosmed dan game di internet sehingga dapat mengawasi ananda. 

Game sebagai hiburan bukanlah hal yang salah, namun ketika mengakibatkan ketagihan,  maka ini sudah menjadi peringatan tersendiri akan bahayanya.  

Ketiga, orang tua harus juga mengerti aplikasi pengawas pada gawai yang dimiliki putra-putri. Sehingga dapat  mengontrol aktivitas mereka bahkan dari jarak jauh.

Jadi, di era perkembangan teknologi sangat pesat, mendalami dunia digital seharusnya bukan sekadar mengikuti tren, melainkan bagian dari parenting agar kita  tetap mampu memahami apa yang disukai anak-anak--tidak ada gap menganga antara dunia anak dan orang tua. 

Keempat, terlibatlah dengan anak dalam dunia digital. Jika bermain  bersama dengan keluarga, akhirnya justru jenis permainan yang ada malah akan mendekatkan, bukan menjauhkan. Dengan terlibat orang tua bisa menjadi pagar efektif, yang mampu memfilter apa yang baik bagi keluarga, dan sebaliknya membuat jarak dari permainan-permainan digital yang berisiko buruk, termasuk  jika di dalamnya terdapat  nilai-nilai tertentu yang bertentangan dengan budaya, agama dan norma masyarakat kita. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement