Jumat 22 Jul 2016 14:16 WIB

Korban Vaksin Palsu RS St Elisabeth Tempuh Langkah Hukum

Rep: Kabul Astuti/ Red: Esthi Maharani
Menkes Nila F. Moloek (tengah) memberikan keterangan terkait vaksin palsu usai menggelar pertemuan dengan sejumlah asosiasi di bidang kesehatan di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (19/7). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menkes Nila F. Moloek (tengah) memberikan keterangan terkait vaksin palsu usai menggelar pertemuan dengan sejumlah asosiasi di bidang kesehatan di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (19/7). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Orang tua pasien korban vaksin palsu akan melaporkan Direktur Utama RS St Elisabeth, Antonius Yulianto, ke Polda Metro Jaya terkait penggunaan vaksin palsu di rumah sakit tersebut.

"Kami akan melaporkan Direktur Utama RS St Elisabeth beserta manajemennya atas kasus vaksin palsu ini ke Polda Metro Jaya. Buktinya sudah kuat," ungkap kuasa hukum orang tua korban vaksin palsu RS Elisabeth, Hudson Hutapea, kepada Republika, Jumat (22/7).

(Baca juga: KPAI Janji Mediasi RS Harapan Bunda dan Korban Vaksin Palsu)

Bukti-bukti yang digunakan meliputi pengakuan Direktur Utama RS St Elisabeth tentang penggunaan vaksin di RS St Elisabeth, serta hasil medical check up pasien yang pernah mendapat vaksin di RS Elisabeth.

Menurut dia, Direktur Utama RS St Elisabeth sudah menyatakan di hadapan Menteri Kesehatan RI dan Bareskrim Mabes Polri bahwa vaksin palsu masuk ke RS St Elisabeth sejak November 2015 sampai dengan Juli 2016. Pihak rumah sakit mengaku terpaksa membeli kepada distributor CV Azka Medika lantaran kelangkaan vaksin pada kurun waktu itu. Rumah sakit bahkan sudah merilis daftar 125 pasien yang terbukti terpapar vaksin palsu.

Sebagian besar orang tua pasien tidak lantas percaya dengan daftar 125 korban vaksin palsu yang sudah dikeluarkan RS St Elisabeth. Pihaknya mencurigai distribusi vaksin palsu sudah masuk jauh lebih lama dibanding pengakuan Dirut RS St Elisabeth.

"Buktinya anak yang divaksin tahun 2014, kita lakukan medical check up ternyata hasilnya antibodi non reaktif. Imunitas tidak berkembang. Artinya vaksin yang kemarin tahun 2014 itu palsu," kata Hudson.

Menurut dia, sejumlah orang tua korban sedang berkumpul untuk menyiapkan bukti-bukti laporan ke pihak kepolisian. Apabila terbukti ada kelalaian yang dilakukan pihak RS, pasien berhak mengajukan ganti rugi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement