Jumat 22 Jul 2016 12:15 WIB

Kasus Vaksin Palsu, RS Permata Bekasi Tunggu Kejelasan dari Kemenkes

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Vaksinasi ulang yang dilakukan disalahsatu Rumah Sakit di Jakarta Timur
Foto: MGROL72
Vaksinasi ulang yang dilakukan disalahsatu Rumah Sakit di Jakarta Timur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan tugas (Satgas) penanganan vaksin palsu telah menambah jumlah posko, tidak hanya di area Ciracas, Jakarta Timur. Termasuk di antaranya, sebanyak 44 puskesmas yang ditunjuk menjadi tempat informasi, pendataan, dan pemberian vaksinasi ulang di Bekasi.

Namun, menurut Manajer Pelayanan Medis RS Permata Bekasi, dr Siti Yunita, baik Satgas maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum menyampaikan pemberitahuan resmi mengenai hal tersebut hingga Jumat (22/7) ini.

Karena itu, dia mengatakan RS Permata Bekasi belum memberikan imunisasi pengganti kepada 41 pasiennya, yakni anak-anak yang dipastikan menerima vaksin palsu. Siti mengaku bingung, apa langkah yang semestinya diambil RS Permata.

"Kita belum tahu protap dari pemerintah. Jadi belum berani ambil tindakan. Nanti takutnya salah lagi. Apa disuntik ulang (dengan vaksin pediacel)? Apa ditambah yang tidak saja? Apa semuanya (keempat antigen) lagi?" ujar Siti Yunita saat ditemui di lobi RS Permata Bekasi, Jumat (22/7).

Selain itu Siti mengatakan belum mendapat infonya puskesmas mana saja. "Seperti kemarin, ada yang di Ciracas. Apa mungkin dari Bekasi nanti ke Ciracas?" tambah dia.

Sebelumnya, Kemenkes mengumumkan 14 rumah sakit yang memberikan vaksin palsu. Di antaranya, RS Permata yang beralamat di Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi. Diakui Siti, pihaknya lalai dalam memberikan vaksin merek Pediacel yang belakangan diketahui adalah palsu pada periode Oktober 2015 sampai Juni 2016.

Dia menjelaskan, Pediacel yang asli mengandung empat zat antigen. Sedangkan vaksin yang sudah dipalsukan oleh pihak tak bertanggung jawab hanya mengandung antigen Hepatitis B. Vaksin palsu itu dibeli dari distributor Azka Medika. Siti mengklaim, RS Permata tak tahu sebelumnya bahwa yang dibelinya itu palsu.

Sebab, lanjut dia, pihak Kemenkes tak pernah memberikan edaran mengenai mana saja distributor resmi vaksin di Indonesia. "Kita enggak tahu ternyata ada yang palsu. Yang tahu tidak resmi itu siapa? Yang menyatakan tak resmi siapa? Kriteria yang tak resmi apa? Kita bingung," katanya.

Dia mengatakan, pendataan sudah selesai dilakukan. Menurutnya, para orang tua korban pun kini sudah memahami bahwa vaksin palsu tak menghasilkan penyakit berbahaya, kecuali pemberian kekebalan tubuh yang tidak sesuai. Pusat informasi penanganan vaksin palsu, jelasnya, sudah dibuka di RS Permata Bekasi sejak sehari setelah rilis Kemenkes tersebut.

Pantauan Republika.co.id, tempat yang terletak di lobi rumah sakit ini cukup lengang. Tidak ada antrean yang berarti. Hanya dua orang bapak yang sedang dilayani di sana oleh pihak RS Permata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement