REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes), Nila Djuwita F Moeloek, mengatakan belum dapat memastikan adanya peredaran vaksin palsu di Sumatra. Nila pun kembali menegaskan belum akan merilis rumah sakit (RS) lain yang diduga memiliki keterlibatan dalam peredaran vaksin palsu.
"Soal peredaran sampai Sumatra masih dalam penyelidikan. Ini terus berjalan," ujar Nila di gedung DPR, Kamis (21/7).
Dia melanjutkan, saat ini baru ada 14 RS swasta yang menerima vaksin palsu. Pihaknya meminta masyarakat tidak membuat dugaan tentang keterlibatan pihak lain.
"Kan masih diselidiki dulu. Kita harus memegang asas praduga tak bersalah," tutur Nila.
Nila menambahkan, para orangtua yang ragu anaknya terpapar vaksin palsu, dapat melakukan vaksinasi ulang di puskesmas setempat. Proses vaksinasi ulang disesuaikan dengan pedoman imunisasi nasional.
Sebelumnya, Polri menetapkan 23 tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu. Mereka orang memiliki peran masing-masing yakni sebagai produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (tiga tersangka).
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan Pasal 345 KUHP tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Pada Kamis (14/7) Kemenkes membuka identitas 14 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) penerima vaksin palsu. Mayoritas fasyankes berada di Bekasi.
Adapun 14 fasyankes yang dimaksud adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Cikarang, Bekasi), Sentral Medika (Gombong), RSIA Puspa Husada, Karya Medika (Tambun, Bekasi), Kartika Husada (Bekasi), Sayang Bunda (Bekasi) , Multazam (Bekasi), Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Cikarang, Bekasi), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elizabeth (Bekasi), Hosana (Cikarang) dan Hosana (Bekasi).