Rabu 20 Jul 2016 10:27 WIB

Zulkifli Hasan Dukung Threshold pada Pemilu Dihapuskan

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua MPR, Zulkifli Hasan
Foto: ROL/Joko Sadewo
Ketua MPR, Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Zulkifli Hasan berharap pilpres dan pilkada yang dilakukan secara terpisah dapat dilakukan secara sederhana. Tetapi menurut dia, kemungkinan harapan tersebut kurang disetujui partai-partai besar.

"Secara teori betul tapi partai besar enggak mau. Saya kira keberatan. Kalau saya sih setuju, tapi parpol besar belum tentu mau," ujar Zulkifli, dalam diskusi bersama Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu yang diwakili oleh Titi Anggraini selaku Direktur Ekesekutif Perludem dan Ketua Perludem Didik Supriyanto, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/7).

Zulkifli juga menolak sistem pemilihan dilakukan secara proporsional tertutup, dengan alasan bertentangan dengan demokrasi Pancasila. Ia menegaskan, partainya sejak dulu mendukung pemilihan secara terbuka.

''Dengan begitu rakyat tidak akan disesatkan pada kondisi beli kucing dalam karung,'' ucapnya.

Selain itu, jika daerah pemilihan (dapil) parpol dipersempit, akan sangat sulit direalisasikan. Karena, tidak ada angka idealnya secara pasti. Kemudian, jika terlalu dipersempit maka cakupannya menjadi seperti distrik.

Ketua Umum PAN itu berpendapat, lebih baik jika threshold ditiadakan, agar kader yang sudah mendapat perolehan suara tertinggi bisa langsung dikukuhkan sebagai pemenang. Threshold atau ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR dan DPRD dalam Pemilu 2019 angkanya diturunkan menjadi satu persen

Penghapusan threshold menurut dia tidak ada lagi perdebatan ataupun gugatan pascapemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang berbuntut panjang. "Saya setuju sebetulnya kalau threshold itu jangan tinggi-tinggi. Bagus seperti di daerah, kalau perolehannya paling tinggi, ya sudah jadi,'' ujarnya.

Soal keikutsertaan perempuan yang duduk dalam parlemen dengan angka minimal 30 persen. Zulkifli mengatakan, hingga saat ini hal itu masih menjadi kendala partai politik karena tidak banyak perempuan yang terjun ke dunia politik memiliki pengikut.

Dirinya setuju soal kuota 30 persen suara. Namun, kalau tidak punya pengikut, sudah keluar uang banyak tapi tidak ada yang milih. ''Ideal tapi sulit karena partai-partai besar belum tentu mau," kata Zulkifli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement