REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai pengepungan Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut Bonar seharusnya pemerintah Indonesia menggunakan cara yang lebih mengedepankan dialog.
"Kalo pemerintah Indonesia kuatir bahwa suara mahasiswa Papua bergema harusnya dengan cara yang lebih. Civilitity. Lebih mengedepankan dialog, pembahasan," katanya, Selasa (19/7).
Bonar mengatakan, berdasarkan laporan-laporan yang ditulis oleh Non-Goverment Organization (NGO) pengepungkan tersebut berbau rasisme. Karena para mahasiswa Papua tidak hanya dilecehkan secara fisik, tapi juga direndahkan derajatnya sebagai manusia.
Bonar menambahkan, jika para mahasiswa berkenan mereka dapat mempersoalkan pengempungan tersebut ke pengadilan. Karena Indonesia juga telah meretivikasi konvensi HAM etnik dan ras. Namun ia ragu jika para mahasiswa Papua mau membawa persoalan ini ke pengadilan.
"Kondisinya sekarang teman-teman Papua apakah mempunyai keberanian untuk itu," katanya.
Efek trauma atas pengempungan tersebut, kata Bonar, akan berdampak panjang untuk para mahasiswa. Mereka juga akan semakin merasa bukan bagian dari Indonesia.