Selasa 19 Jul 2016 15:57 WIB

Nelayan Indramayu tak Bisa Dipaksa Pindah ke Natuna

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Achmad Syalaby
Sejumlah nelayan mengangkut ikan Hiu Martil (Sphyrna mokarran) dari kapal untuk di lelang di Tempat Pelelangan Ikan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Minggu (3/1).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Sejumlah nelayan mengangkut ikan Hiu Martil (Sphyrna mokarran) dari kapal untuk di lelang di Tempat Pelelangan Ikan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Minggu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Pemerintah berencana  merelokasi 6.000 nelayan ke Natuna, Kepulauan Riau. Meski dinilai merupakan program yang positif, namun nelayan tak bisa dipaksa begitu saja untuk bersedia pindah ke daerah yang berbatasan dengan negeri jiran tersebut.

‘’Nelayan di sini tidak bisa dipaksa,’’ ujar Manager Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Tawajud, beberapa waktu lalu.

Tawajud menyebutkan, di Desa Karangsong terdapat sekitar 3.000 orang nelayan. Mereka terbiasa pergi melaut ke perairan-perairan yang dinilai banyak ikannya supaya bisa mendatangkan keuntungan.

Untuk pindah dan menetap di Natuna, Tawajud mengaku tidak bisa memastikan apakah nelayan asal Desa Karangsong akan bersedia mengikutinya. Dia menjelaskan, selama ini belum ada nelayan asal Desa Karangsong yang melakukan hal itu. "Biasanya harus ada yang ke sana dulu. Kalau berhasil, yang lain pasti pada ikut,’’ terang Tawajud.

Seperti diketahui, rencana relokasi 6000 kapal nelayan itu pernah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, saat mengunjungi Pondok Pesantren Asy-Syafiiyah Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, 24 Juni 2016 lalu. 

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono, saat dimintai tanggapannya, menyatakan, rencana relokasi nelayan ke Natuna merupakan program yang bagus. Dia menjelaskan, pengamanan wilayah-wilayah yang  berbatasan dengan negara lain tidak akan cukup jika hanya mengandalkan penegak hukum di laut, yakni TNI, Polri, Bakamla dan PSDKP, dengan keterbatasan alutsista yang ada. 

Karenanya, lanjut Ono, untuk menjaga kedaulatan negara dan menjaga sumber daya ikan agar tidak dicuri bangsa lain, maka harus mengintregasikan kekuatan TNI, Polri, Bakamla dan PSDKP dengan nelayan. Bersatunya penegak hukum di laut dengan nelayan itu akan membentuk pertahanan keamanan laut semesta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement