Senin 18 Jul 2016 16:50 WIB

Kontras Kritik Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bilal Ramadhan
Koordinator KontraS Haris Azhar.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Koordinator KontraS Haris Azhar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, mengkritisi tindakan polisi yang mengepung Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta, pada Jumat (15/7).

Kejadian tersebut terjadi saat kelompok yang menamai diri sebagai Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) membuat rangkaian acara pada tanggal 13-16 Juli 2016.

Acara itu untuk mendukung ULMWP (United Lebration Movment For West Papua) untuk bergabung di Melanesian Spearhead Grup (MSG) yang sedang melakukan Konferensi Tingkat Tinggi di Honiara, Solomon Island 13-15 Juli. Namun, sebelum melakukan aksinya, mereka diadang oleh polisi.

''Polisi sepertinya yakin bahwa mereka yang akan keluar akan membawa bendera Bintang Kejora,'' ucap Haris, dalam konferensi persnya, di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Senin (18/7).

Menurutnya, berangkat dari pengamanan itu, bangunan asrama diisolir oleh sejumlah pasukan kepolisian dan melarang penghuni asrama keluar. Bahkan, kata dia, sampai-sampai mobil PMI pun dilarang masuk.

Selain itu, akses sekunder seperti non-penghuni asrama, tetangga maupun tamu juga tidak boleh, yang berlangsung selama berjam-jam. Haris menyebutkan, ada beberapa aktivis yang juga ikut ditangkap dan diperlakukan buruk oleh sejumlah pasukan berupa penangkapan dengan cara yang tidak manusiawi.

''Ini situasi yang terjadi, ada propaganda buruk terhadap mahasiswa Papua dalam asrama tersebut. Seolah-olah, mereka yang bertenis Papua membuat keonaran, sehingga polisi melakukan penindakan,'' jelas dia.

Padahal, lanjut dia, mereka tidak melakukan tindak pidana. Belum lagi, ada fitnah yang dilakukan untuk melakukan diskriminasi dengan merendahkan martabat orang Papua tersebut.

''Kami mendapati ada banyak fakta justru polisi yang melakukan tindak pidana. Aksinya belum terjadi, kenapa ada tindakan brutal dari polisi,'' ucap Haris.

Jadi menurut Haris, persoalan mahsiswa Papua ini bisa direspons dengan cara diplomatis. Kalau memang tidak boleh membawa Bendera Bintang Kejora, itu bisa didialogkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement