REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Keamanan Sistem Informasi Pratama D Persadha mengatakan bocoran nama-nama calon menteri dan posisinya yang sudah beredar di ruang publik menyusul rencana reshuffle kabinet, dapat menimbulkan kontroversi.
"Reshuffle menteri kabinet adalah hak prerogatif Presiden. Informasinya yang muncul ke ruang publik sebaiknya sesuai waktunya," kata Pratama D Persadha kepada Antara di Jakarta, Ahad (17/7).
Menurut Pratama, reshuffle kabinet baru rencana, tapi nama-nama calon menteri dan posisinya atau menteri kabinet yang akan bergeser posisinya sudah beredar di media sosial dan ada yang menyebut, bocoran dari istana.
Pratama mengkhawatirkan, jika nama-nama calon menteri dan posisinya terus beredar di media sosial dapat memunculkan banyak persepsi dan menjadi kontroversial.
Pendiri dan Ketua Lembaga Riset Keamanan Sistem Informasi Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) itu menegaskan, informasi dari Presiden dan Istana harus aman. "Kalau sampai bocor sebelum waktunya, dapat menimbulkan keresahan," katanya.
Menurut dia, peralatan pengamanan sistem informasi di lembaga-lembaga negara di Indonesia, termasuk di Istana, 90 persen produk asing, seperti telepon seluler dan handy talky, sedangkan software-nya seperti email, drop box, dan cloude.
Pratama mengusulkan agar keamanan sistem informasi di Istana diasasmen dan diaudit. Penanggungjawab sistem informasi atau IT Kepresidenen, kata dia, agar berkoordinasi dengan pemangku kepentingan informasi di Istana.
"Pengelolaan keamanan sistem informasi di Istana harus dirawat dan ditingkatkan. Harus ada evaluasi secara rutin," katanya.
Pratama menambahkan persoalan bocornya informasi dari Istana kadang-kadang bukan dari teknologinya, tapi mungkin saja masih ada pejabat yang kepedulian terhadap keamanan sistem informasi, masih rendah, dengan beranggapan saat ini sudah era transparan.
Padahal, kata dia, ada data-data negara yang tidak perlu dipublikasi serta ada data yang belum saatnya dipublikasikan.