REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, mengatakan saat ini pihaknya tengah fokus menelusuri pembuat dan penjual (distributor) vaksin palsu. Polri belum dapat memastikan adanya fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lain yang diduga menerima vaksin palsu.
"Saat ini, kami fokus dulu kepada pembuat dan distributor vaksin. Sudah ada 23 tersangka dan penyidikan sedang berlangsung," ujar Agung usai diskusi 'Jalur Hitam Vaksin Palsu' di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/7).
Disinggung tentang kemungkinan adanya rumah sakit (RS) lain di luar 14 RS yang telah resmi ditetapkan sebagai penerima vaksin palsu, Agung belum dapat memastikan. Menurutnya, penelusuran di lapangan masih terus berlangsung.
"Peluang tambahan RS yang menerima vaksin palsu kita kembalikan lagi pada proses penelusuran sesuai koridor hukum. Distribusi pelaku itu berbeda dengan distribusi vaksin," tambah Agung.
Sebelumnya Polri merinci 23 orang tersangka kasus vaksin yang memiliki peran masing-masing yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (tiga tersangka).
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan Pasal 345 KUHP tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.
Sebelumnya, Kamis (14/7) Kemenkes membuka identitas 14 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) penerima vaksin palsu. Mayoritas fasyankes berada di Bekasi. Adapun 14 fasyankes yang dimaksud adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Cikarang, Bekasi), Sentral Medika (Gombong), RSIA Puspa Husada, Karya Medika (Tambun, Bekasi), Kartika Husada (Bekasi), Sayang Bunda (Bekasi), Multazam (Bekasi), Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Cikarang, Bekasi), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elizabeth (Bekasi), Hosana (Cikarang) dan Hosana (Bekasi).