REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan keluarga korban vaksin palsu dapat meminta ganti rugi kepada rumah sakit yang terlibat dalam penyaluran vaksin abal-abal.
"Ganti rugi tersebut bisa secara materiil dan immateriil," kata Tulus lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat (15/7).
Dia mengatakan jika pasien belum puas dengan jaminan yang diberikan pihak rumah sakit, maka pihak korban bisa melakukan gugatan pada rumah sakit bahkan pada pemerintah, baik secara individual dan atau gugatan kelompok.
Pihak rumah sakit, kata dia, juga harus memberikan jaminan secara tertulis untuk menanggung semua dampak kesehatan kepada pasien korban vaksin palsu.
Masalah vaksin palsu, kata dia, hanyalah satu titik masalah dari fenomena pemalsuan produk-produk farmasi di Indonesia yang sebenarnya masih sangat marak. Oleh karena itu, masalah vaksin palsu harus menjadi titik pijak untuk membongkar adanya fenomena obat palsu di Indonesia.
"Jika Badan Pengawas Obat dan Makanan harus direstrukturisasi, kembalikan peran Badan POM yang selama ini justru diamputasi Kementerian Kesehatan, sementara Kemenkes dan dinkes tidak melakukan pengawasan yang optimal di sisi hilir," kata dia.
"Namun ini belum cukup memberikan rasa aman bagi pasien yang menjadi korban vaksin palsu, jika pihak manajemen rumah sakit tidak terbuka sejak tahun berapa saja pihak rumah sakit tersebut memberikan vaksin palsu pada pasien," kata dia.
Kemenkes, kata dia, harus bisa memaksa rumah sakit untuk membuka data dan nama pasien yang menjadi korban vaksin palsu di masing-masing rumah sakit, untuk kemudian diberikan vaksinasi ulang bila perlu.