REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tiga dokter ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu. Tiga dokter tersebut berinisial I, AR, dan H. Dengan demikian, jumlah tersangka kasus vaksin palsu mencapai 23 orang. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya 20 orang.
"Penambahan tersangka ada tiga orang," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (15/7).
Menurut dia, I merupakan dokter di Rumah Sakit Harapan Bunda (Kramat Jati, Jaktim). Sementara, AR merupakan pemilik klinik di Palmerah, Jakarta Barat. Sedangkan, Dokter H adalah mantan Direktur Rumah Sakit Sayang Bunda, Bekasi.
Agung mengatakan, dari klinik Dokter AR yang berlokasi di Jalan Kemanggisan Pulo, Palmerah, Jakbar, disita sejumlah barang bukti, di antaranya ampul, vaksin bekas, catatan transaksi pembelian vaksin. AR diketahui mendapatkan pasokan vaksin dari tersangka S (tersangka yang sudah ditangkap sebelumnya). S merupakan kurir pengantar vaksin ke sejumlah apotek. Sementara dokter H mendapat pasokan vaksin dari Toko Azka Medical yang berlokasi di Jalan Karang Satri Nomor 43 Bekasi.
"Azka Medical ini menyalurkan vaksin palsu ke beberapa rumah sakit, salah satunya memasok ke dokter H," katanya.
Selain menetapkan status tersangka terhadap tiga dokter tersebut, seorang bidan berinisial N juga ditetapkan sebagai tersangka kasus yang sama pada Kamis (14/7). Bidan N diketahui berpraktik di kawasan Jatirasa, Bekasi.
"Bidan N kami tangkap. Dia berperan sebagai pemesan vaksin palsu dan end user," katanya.
Agung merinci dari 23 orang tersangka kasus vaksin, memiliki peran masing-masing yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (tiga tersangka).
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.