Selasa 12 Jul 2016 16:44 WIB

‎Pemerintah Diminta Hati-Hati Soal Pembatasan Transaksi Tunai

Rep: Agus Raharjo/ Red: Karta Raharja Ucu
Nasabah melakukan transaksi melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) disalah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Jumat (11/4).
Foto: Republika/Prayogi
Nasabah melakukan transaksi melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) disalah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Jumat (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi XI, Refrizal meminta pembatasan transaksi tunai harus melalui kajian mendalam. Selain kajian, pembatasan transaksi tunai juga harus dilakukan dengan koordinasi semua pihak, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Menteri Keuangan dan PPATK.

"Kalau tidak ada kajian mendalam, bisa-bisa negara tetangga yang menikmatinya," kata Refrizal pada Republika.co.id, Selasa (12/7).

Menurut politikus PKS itu, pemberlakuan pembatasan transaksi tunai tidak bisa dilakukan tanpa koordinasi antar lembaga. Artinya, di antara pemerintah sendiri harus sudah satu jalan dalam pembuatan aturannya. Selain itu, pembatasan transaksi tunai tidak boleh melebihi peraturan Undang-Undang yang sudah ada.

Menurut dia, DPR siap untuk membahas aturan pembatasan transaksi tunai kalau memang aturan itu akan dimasukkan sebagai Rancangan Undang-Undang. Kalau draf RUU Pembatasan transaksi tunai sudah masuk, maka DPR dapat meminta masukan dari semua pihak.

Refrizal menegaskan, pembatasan transaksi tunai memang dapat mencegah praktek korupsi maupun tindak pidana pencucian uang. Namun, pencegahan dan pemberantasan korupsi bukan hanya dilakukan dengan pembatasan transaksi tunai.

"Korupsi bukan hanya ‎dicegah dengan pembatasan tunai, tapi kemauan penegakan hukum yang adil, termasuk KPK, Jaksa dan Polri," ujar dia menegaskan.

(Baca Juga: Pembatasan Transaksi Tunai Jangan Hambat Pelaku Usaha)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement