REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Tiap usai Lebaran sejumlah kota besar di Tanah Air mulai mewaspadai arus urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota pascalebaran. Namun tidak untuk Yogyakarta.
Pemerintah Kota Yogyakarta meyakini wilayah mereka masih sebagai daerah perlintasan saja, bukan tujuan pendatang baru untuk menetap. "Tidak ada urbanisasi besar-besaran di Yogya," ujar Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Senin (11/7).
Menurutnya, tidak ada industri besar di Yogyakarta sehingga tidak menarik bagi urbanisasi dalam jumlah besar. "Yogya hanya lintasan saja, bukan tujuan akhir urbanisasi. Jadi tidak perlu harus ada kebijakan tertentu. Tidak seperti di Jakarta atau Surabaya,," ujarnya.
Meski begitu tingkat aktivitas masyarakat selama beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Kendati total penduduk Kota Yogya hanya sekitar 410 ribu jiwa, namun pada siang hari jumlah faktualnya bisa mencapai 1,3 juta jiwa. Hal ini lantaran tidak sedikit penduduk luar daerah yang menjalankan aktivitas harian di Kota Yogya, baik sebagai pelajar dan mahasiswa ataupun pekerja.
Sementara Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dindukcapil) Kota Yogyakarta, Sisruwadi mengatakan, mutasi kependudukan usai lebaran hampir sama dengan hari-hari biasa. Bahkan selain penduduk dari luar daerah yang pindah datang, warga Yogyakarta yang mutasi ke luar daerah juga selalu terjadi.
"Dari tahun-tahun lalu datanya landai saja. Mungkin karena Yogya bukan kota industri, jadi karakteristiknya lain," katanya.
Jumlah penduduk yang melakukan mutasi, baik yang pindah maupun datang setiap bulan mencapai sekitar ratusan jiwa. Laju perpindahan penduduk yang masuk ke Kota Yogyakarta, ujarnya, justru sangat terasa saat jelang penerimaan peserta didik baru. Terutama anak usia sekolah yang memiliki sanak saudara di wilayah Kota Yogya.
Namun jumlahnya juga tidak terlalu besar. "Pasca lebaran biasa saja tidak ada lonjakan signifikan. Beda dengan tahun ajaran baru," katanya