Kamis 07 Jul 2016 18:00 WIB

Tito Ingin Pasal Pencegahan Masuk Revisi UU Terorisme

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
Kepala BNPT Komjen Pol Tito Karnavian (kanan) berbincang dengan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti (kiri) sebelum menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/7).
Foto: Antara/ Widodo S. Jusuf
Kepala BNPT Komjen Pol Tito Karnavian (kanan) berbincang dengan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti (kiri) sebelum menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Polri berharap revisi Undang-Undang Terorisme segera disahkan antara DPR dan Pemerintah. Calon Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian mengatakan keinginan Polri dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 itu adalah dimasukkannya pasal pencegahan.

Menurut Tito, pencegahan tindak terorisme harus dimasukkan sebagai pasal dalam UU Terorisme. Kalau pencegahan dimasukkan sebagai pasal akan berimplikasi pada struktur dan anggaran. "Berarti harus ada struktur dan penganggaran resmi yang menjadi payung hukum," tutur Tito.

Mantan Kepala Detasemen Khusus 88 itu juga menuturkan, pencegahan yang mengarah pada tindakan terorisme harus dilakukan intensif. Termasuk deradikalisasi dan kampanye kontra ideologi. Namun, pencegahan ini harus dilakukan oleh polisi secara komprehensif dengan penegakan hukum.

Calon Kapolri yang sudah disetujui DPR ini berharap Panitia Khusus (Pansus) UU Terorisme mampu memberikan UU yang pas untuk tingkat ancaman. Menurutnya, penegakan hukum hanya efektif kalau UUnya kuat. Yaitu, mampu mengantisipasi ancaman.

Selanjutnya, pemberantasan terorisme harus dilakukan oleh penegak hukum yang baik dan mumpuni. Lalu, dalam setiap tindakan pemberantasan harus didukung oleh publik. Syarat yang tak kalah penting adalah adanya sarana dan prasana pendukung.

"Jadi percuma kalau penegak hukumnya hebat, tapi UU mengekang mereka," ujar dia.

Kepala BNPT itu mencontohkan, pelaku teroris sebelum melakukan aksinya juga berlatih. Pelatihan mereka yang diduga akan melakukan tindakan terorisme ini dilakukan dengan airsoft gun.‎ Jadi, pelatihan seperti itu tidak dapat dikenakan pidana biasa.

"Itu harus dikriminalisasi, sepanjang dalam rangka tahapan pencegahan terorisme," tegas Tito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement