REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah bom bunuh diri menghantam Kota Madinah pada Senin (4/7) petang waktu setempat. Peristiwa tersebut merupakan rangkaian ledakan, setelah terjadi di Kota Qatif dan Jeddah, Arab Saudi dalam satu hari.
Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya menuturkan, berdasarkan opini yang berkembang, ledakan tersebut merupakan aksi bom. Kendati, belum ada rilis resmi dari pemerintah Arab Saudi.
Ia menilai, apabila fokus pada opini yang berkembang, maka kuat dugaan dalang dibalik aksi bom bunuh diri tersebut merupakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Itu memang strategi yang hari ini diadopsi oleh ISIS. Untuk membuat trigger perang besar keterlibatan banyak negara untuk di Suriah," kata Peneliti Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu kepada Republika.co.id, Selasa (5/7).
ISIS, kata dia, mencoba melibatkan banyak negara dalam konfliknya dengan cara melakukan sejumlah aksi teror oleh para simpatisannya. Namun dia menganalisa, jika benar dalang dibalik serangan tersebut ISIS, maka hal itu sangat kontra produktif. Sebab, tindakan itu akan menjadikan posisi ISIS sulit, karena dimusuhi oleh dunia Islam.
Kedua, ia melanjutkan, peristiwa itu akan membuat pemerintah Arab Saudi mengawasi pergerakan ISIS, termasuk asal-muasal aliran dana. Ia menyebut, serangan itu tidak berdampak menguntungkan untuk kalkulasi kekuatan ISIS.
"Tapi kalau ini betul (ISIS), dipaksakan, maka pihak ISIS ingin menarik Arab Saudi, dalam pusaran perang yang lebih besar. Jadi itu yang mereka lakukan," kata Harist.
Ia beranggapan, apabila ISIS merupakan pihak yang bertanggung jawab, serangan tersebut bukan untuk mencari popularitas. Sebab, saat ini, ISIS merupakan organisasi yang paling populer dalam serangkaian aksi teror.
"Tentu dengan pilihan Madinah, dengan momentum Ramadhan, tentu ada target politik yang jauh lebih besar. Yang paling masuk akal, menarik banyak negara untuk masuk dalam perang besar Suriah, dalam catatan kalau benar itu pelakunya ISIS," jelasnya.