Rabu 29 Jun 2016 19:06 WIB

PLN Bukukan Laba Bersih Rp 15 Triliun di 2015

Rep: M. Nursyamsyi/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja melakukan perawatan jaringan listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/11).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Pekerja melakukan perawatan jaringan listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini PLN memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Direktur Bisnis Regional Sumatra PLN Amir Rosidin mengatakan perbaikan kinerja PLN pada 2015, mengantarkan perseroan mencetak laba bersih sebesar Rp 15,6 triliun.

Sedangkan, revaluasi aset yang dilakukan pada 31 Desember 2015 menghasilkan kenaikan aset tetap sebesar Rp 653,4 triliun. Total total aset perseroan menjadi Rp 1.227 triliun, dengan nilai ekuitas perseroan naik sebesar Rp 661,0 triliun menjadi Rp 848,2 triliun,  sehingga rasio utang terhadap equity atau debt to equity ratio (DER) membaik dari 124,7 persen pada 2014, menjadi 29,7 persen di tahun 2015 yang akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mencari pendanaan eksternal dalam rangka menyukseskan program 35 ribu MW.

Selanjutnya, pada Tahun 2015, PLN melakukan re-assessment atas Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 dan menyimpulkan, perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dengan perusahaan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/PP) tidak tepat, kalau dicatat seperti transaksi sewa guna usaha.  

"Beberapa alasan penerapan perjanjian jual beli listrik tidak tepat diperlakukan seperti perjanjian sewa, karena penerapan ISAK 8 tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya serta mengabaikan substansi atau fakta legal, membuat PLN seolah-olah harus mencatat Aset dan hutang IPP di Neraca PLN, dan tidak mencerminkan realisasi kinerja operasi PLN," lanjut Amir.

PLN Tingkatkan Penjualan Listrik Rp 23 Triliun

Sebagian besar pengguna laporan keuangan PLN, ia katakan, tidak menggunakan laporan dengan ISAK 8 yaitu investor global bond, perbankan lokal, otoritas Perpajakan, BPK RI dalam perhitungan subsidi listrik TA 2015.

Selain itu, penerapan ISAK-8 telah meningkatkan beban keuangan negara yaitu kenaikan subsidi listrik sekitar Rp 2 triliun per tahun dan penurunan potensi penerimaan negara dari dividen.

"Dengan penerapan ISAK 8 kemampuan PLN sebagai proxy pemerintah untuk menjalankan proyek 35 ribu Mw dan tugas-tugas selanjutnya menjadi semakin terbatas, karena harus memikul beban hutang IPP sekitar 40 miliar dolar AS beberapa tahun ke depan," ungkapnya.

Untuk menghindari perbedaan pendapat dengan akuntan publik, lanjut Amir, direksi PLN pada 2015 telah mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk diberikan pengecualian (waiver) penerapan ISAK-8.

"Pemerintah melalui Menteri Bumn dan Menteri Keuangan telah memberi dukungan atas posisi PLN. Sampai laporan keuangan tahun buku 2015 diterbitkan, OJK belum memberikan persetujuan atas permohonan PLN tersebut," katanya menambahkan.

Kantor akuntan publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PWC) belum sepakat dengan hasil re-assessment ISAK 8 yang dilakukan PLN, sehingga laporan keuangan PLN tahun buku 2015 diterbitkan dengan Opini Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement