Rabu 29 Jun 2016 18:52 WIB

PLN Tingkatkan Penjualan Listrik Rp 23 Triliun

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas mengecek instalasi kabel di tiang listrik milik PLN di Benhil, Jakarta, Kamis (3/3).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Petugas mengecek instalasi kabel di tiang listrik milik PLN di Benhil, Jakarta, Kamis (3/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanudireda, Wibisana, Rintis, firma jaringan global PricewaterhouseCoopers (PwC) di Indonesia.

"Hasil audit menunjukkan, Perseroan selama 2015 mencapai realisasi kinerja yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya," kata Direktur Bisnis Regional Sumatra PLN Amir Rosidin di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (29/6).

Amir memamparkan, pendapatan penjualan tenaga listrik PT PLN (Persero) pada 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp 23,2 triliun atau 12,44 persen sehingga menjadi Rp 209,8 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 186,6 triliun.

Pertumbuhan pendapatan ini berasal dari kenaikan volume yang penjualan tahun lalu sebesar 202,8 Terra Watt hour (TWh) atau naik 2,14 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 198,6 TWh, serta adanya kenaikan harga jual rata-rata.

"Bertambahnya jumlah pelanggan juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 84,35 persen pada Desember 2014 menjadi 88,3 persen pada Desember 2015," kata dia.

Peningkatan konsumsi KWh sejalan dengan kenaikan jumlah pelanggan yang dilayani perusahaan sampai akhir Desember 2015 yang telah mencapai 6,12 juta pelanggan atau bertambah 3,7 juta pelanggan (6,39 persen) dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 57,5 ​​juta pelanggan.

Meskipun volume penjualan meningkat, namun beban usaha perusahaan turun-sebesar Rp 19 triliun atau 7,16 persen menjadi Rp 246,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 265,3 triliun.

Penurunan ini, lanjutnya, terjadi karena efisiensi yang terus dilakukan antara laub melalui pengoperasian dan tatakelola pembangkit yang lebih baik, substitusi penggunaan BBM dengan penggunaan batubara / energi primer lain yang lebih murah, serta pengendalian biaya lainnya.

"Efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya mencakup biaya BBM sebesar Rp 36,4 triliun sehingga pada 2015 menjadi Rp 35 trilliun atau 49,02 persen dari tahun sebelumnya Rp 71 trilliun terutama dikarenakan penurunan konsumsi BBM 2 juta kilo liter," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement