REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan, program pekan imunisasi nasional (PIN) menggunakan vaksin yang dijamin kualitasnya.
Namun, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi, pihaknya selalu memantau pengadaan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan (faskes) seluruh Indonesia.
Meskipun begitu, dia mengakui, masih adanya faskes yang melakukan pengadaan vaksin di luar program resmi pemerintah. Vaksin itu diperuntukkan bagi konsumen yang masih menginginkan anaknya agar diimunisasi tambahan.
Vaksin tambahan ini, lanjut dia, berharga cukup mahal sehingga memunculkan permintaan (demand) yang cukup tinggi. Itulah yang menjadi daya tarik bagi pihak yang tak bertanggung jawab memalsukan vaksin.
“Memang secara program beberapa tidak disediakan. Sehingga mereka (faskes) mencari, membeli dari impor yang mahal, misalnya. Mungkin di situlah terjadilah hukum ekonomi. Pemalsuan marak di situ. Bukan berarti (Kemenkes) lengah dari pemantauan. Tapi perlu dioptimalkan,” ujar Oscar Primadi saat dihubungi, Rabu (29/6).
Sebelumnya, BPOM mengumumkan adanya 28 faskes yang melakukan pengadaan vaksin di luar jalur resmi. Namun, menurut Oscar, Kemenkes belum mengetahui mana saja faskes yang dimaksud tersebut.
Karena itu, lanjut dia, satuan tugas (satgas) penanggulangan vaksin palsu diperlukan. Namun, menurut Oscar, satgas itu belum mulai bekerja atau menyusun program-program lantaran baru terbentuk. Satgas ini akan terdiri atas Kemenkes, BPOM, Polri, dan sejumlah perwakilan pabrikan resmi vaksin.
“Itulah kenapa satgas diperlukan. Kita perlu duduk bersama di dalam satgas itu,” ujarnya.
Menanggapi keinginan BPOM untuk dilibatkan dalam pengawasan pengadaan obat-obatan dan vaksin di faskes, Oscar menyatakan belum bisa memastikan. Sebab, itu perlu mengubah aturan yang selama ini berlaku.