REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam mengatakan, terdapat sejumlah alasan mengapa pengampunan pajak bukanlah kebijakan yang baik dan tepat.
"Banyak studi telah menunjukkan bahwa kebijakan pengampunan pajak bukanlah kebijakan yang baik dan tepat. Pertama, kebijakan Pengampunan Pajak mencederai rasa keadilan bagi para pembayar pajak patuh," kata Ecky, Selasa, (28/6).
Sebagian besar rakyat Indonesia yang telah patuh membayar PPN dan PPh 21 akan tercederai rasa keadilannya dengan pemberian pengampunan pajak kepada para wajib pajak yang tidak melaporkan ribuan triliun hartanya, baik yang disimpan di luar maupun di dalam negeri. Kedua, opportunity loss atau potensi pendapatan yang hilang akibat Pengampunan Pajak sangat besar yaitu 30 persen dari penghasilan kena pajak, denda sebesar 48 persen dari pokok pajak terhutang, dan ancaman pidana bagi para pengemplang pajak.
Menurut dia, ini tidak sebanding dengan menggantikan potensi penerimaan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang berlaku saat ini dengan uang tebusan pengampunan pajak yang hanya 1-6 persen. Ketiga, kebijakan pengampunan pajak yang berhasil justru jarang ditemui.
Dari sekian banyak negara yang pernah melakukan pengampunan pajak, hanya 50 persen di antaranya diklaim berhasil. Klaim tersebut pun banyak dipertanyakan oleh sejumlah ahli yang menyatakan klaim keberhasilan kebijakan pajak bersifat semu karena tidak memperhitungkan besarnya biaya dari kebijakan pengampunan pajak.
"Suatu kajian lembaga internasional tentang pengampunan pajak menunjukkan keberhasilan pengampunan pajak merupakan anomali sedangkan kegagalannya adalah sesuatu yang normal. Pengampunan pajak tidak mungkin berhasil tanpa perbaikan administrasi pajak, penguatan institusi pajak, serta penegakan hukum," kata Ecky.
Dari sedikit negara yang kebijakan pengampunan pajaknya relatif berhasil, kuncinya justru terdapat pada penguatan kapasitas institusi perpajakan yang didahului perbaikan sistem perpajakan. Perkembangan keterbukaan informasi melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) di tahun 2018, lanjutnya, secara otomatis akan mampu merepatriasi dana WNI di luar negeri. Sehingga pemerintah tidak perlu terburu-buru menerapkan kebijakan pengampunan pajak.