REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maura Linda Sitanggang mengatakanpihaknya akan memberlakukan kontrol ketat untuk pengadaan vaksin setelah ditemukan vaksin palsu beredar. Kemenkes juga mendukung pemberian sanksi kepada fasilitas kesehatan yang terlibat.
"Kami mengecam adanya pemalsuan vaksin yang dapat mengancam kesehatan generasi penerus bangsa. Karena itu kami mengupayakan pemberlakuan kontrol ketat dalam pengadaan vaksin dari produsen dan pedagang besar farmasi (PBF) resmi," kata Linda ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (26/6).
Kebijakan pengawasan dan penggunaan vaksin, kata Linda, ditetapkan Menkes. Pemerintah telah membangun sistem pengawasan obat dan sistem pengamanan rantai suplai obat, termasuk vaksin resmi.
Sistem rantai vaksin resmi dimulai dari pengadaan, pencatatan, penyimpanan, dan penggunaan sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku. Dengan demikian, sumber vaksin dapat ditelusur dengan mudah jika ada dugaan pemalsuan.
Meski demikian, Linda mengimbau agar tetap melakukan imunisasi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai upaya memberikan kekebalan bagi buah hati terhadap penyakit. Sebab, ketersediaan vaksin untuk program imunisasi tersebut terjamin keamanannya.
Vaksin resmi disediakan oleh pemerintah dan disalurkan kepada provinsi, kabupaten, dan kota sampai ke Posyandu. Vaksin pemerintah dapat dimanfaatkan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas pemerintah maupun swasta.
"Distribusi vaksin dilakukan oleh PBF resmi yang ditunjuk produsen industri farmasi, melalui sektor publik dan swasta. Rumah sakit swasta atau klinik swasta dapat juga memperoleh vaksin melalui koordinasi dengan dinas kesehatan," tutur Linda.
Dia menambahkan, masyarakat diminta melapor kepada Badan POM di Halo BPOM 1500-533, jika menemui adanya dugaan penyimpangan vaksin.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menyatakan peredaran vaksin palsu penyebab bayi meninggal telah terjadi selama belasan tahun. Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya menyebut pengungkapan vaksin bayi palsu berasal dari informasi masyarakat mengenai adanya bayi meninggal dunia usai diimunisasi. Atas dasar tersebut kepolisian mengumpulkan data-data dan fakta di lapangan untuk dijadikan bahan penyelidikan.
Kepolisian telah mengirimkan sampel vaksin palsu ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) untuk diperiksa komposisi kandungannya.
Hingga saat ini, polisi telah mengamankan 10 orang tersangka dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk balita.