REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tingkat konsumsi listrik di wilayah Jatim tumbuh 7,89 persen, karena mulai membaiknya ekonomi nasional. General Manager PT PLN (Persero) Transmisi Jawa Timur dan Bali Warsono mengatakan membaiknya perekonomian nasional mendongkrak konsumsi listrik di Jatim.
"Secara keseluruhan tingkat konsumsi listrik di Jatim tahun 2016 sudah membaik dengan tingkat pertumbuhan sebesar 7,89 persen, namun demikian masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 7,9 persen," kata Warsono, Jumat (25/6).
Sebelumnya, kata Warsono, konsumsi listrik di Jatim sempat mengalami perlambatan karena kondisi ekonomi global yang turun, dan berdampak terhadap melemahnya ekonomi Indonesia. Namun, untuk konsumsi listrik pelanggan industri besar hingga kini masih mengalami penurunan sebesar 5,14 persen, sebagai imbas dari krisis ekonomi dunia yang masih berdampak pada tumbuhnya industri besar.
"Hingga saat ini konsumsi listrik untuk golongan pelanggan indusrti besar atau tegangan tinggi (TT) dengan daya 30.000 KVA masih dirasakan menurun," katanya.
Berdasarkan data PT PLN Persero Transmisi Jawa Timur dan Bali, tingkat konsumsi listrik pelanggan industri besar di wilayah Jatim sepanjang Januari hingga Mei 2016 tercatat menurun sebesar 5,14 persen, namun pelanggan rumah tangga atau tegangan rendah (TR) mengalami kenaikan sebesar 9,39 persen. Kondisi tersebut, kata Warsono, berbeda dengan di Banten dan Bali yang konsumsi listrik industrinya mengalami kenaikan, yakni di Banten naik 24,34 persen dan pelanggan rumah tangga (TR) naik 8,22 persen.
"Padahal, pasokan listrik untuk Jatim sangat besar mencapai 9.652 MW dengan beban puncak sebesar 5.770 MW. Artinya, pasokan listrik untuk wilayah Jatim masih surplus sekitar 2.000 MW yang akhirnya harus disalurkan ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat," ucapnya.
Kepala Bidang Niaga PT PLN (Persero) Distribusi Jatim Sasono Hadi mengatakan penurunan konsumsi listrik untuk sektor industri besar utamanya industri manufaktur seperti baja dikarenakan iklim pasar yang lesu, dan tidak ada aktifitas peleburan baja.
Sasono merinci, industri baja menurun sebesar 27 persen, industri kertas turun 10 persen dan industri semen turun 2 persen. "Walaupun demikian, beberapa industri besar lainnya seperti bumbu masak dan kimia masih mengalami kenaikan sebesar 9 persen dan industri rokok juga tumbuh sebesar 14 persen," katanya.